Yogyakarta, Gatra.com – Pemerintah Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menyatakan tingginya penambahan kasus Covid-19 menunjukkan banyaknya mobilitas selama pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PTKM) pada periode pertama, 11-25 Januari.
Untuk itu, menurut Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi, PTKM periode kedua sesuai perpanjangan masa pembatasan di Jawa-Bali menargetkan pengurangan mobilitas masyarakat. Namun tetap tak ada ketentuan sanksi bagi pelanggarnya.
“Penambahan kasus yang masih tinggi ini menunjukkan bahwa mobilitas masih banyak. Evaluasi kami karena belum optimal dalam mengurangi mobilitas. Harapannya, tingkat mobilitas berkurang untuk mengendalikan sebarannya,” kata Heroe saat ditemui di DPRD Kota Yogyakarta, Sabtu (23/1).
Menurut Heroe, strategi untuk mengurangi mobilitas masyarakat itu dengan mendorong transaksi daring. “Saya kira hampir semua pelaku usaha sudah menjalankannya dan masyarakat tinggal ambil saja. Sehingga mobilitas orang berkurang dan hanya memang berkeperluan tertentu betul yang keluar (rumah),” katanya.
Heroe mengklaim aturan dalam PTKM sudah ditaati, seperti keharusan kantor dan tempat usaha melakukan work from office (WFO) 25 persen dan sisa pekerjanya menjalani work from home (WFH).
“Malioboro pun sudah kami batasi. Yang sebelumnya 500 orang per zona menjadi 250 orang sejak pemberlakukan PTKM kemarin. 250 orang itu satu per empat dari kapasitas normal,” katanya.
Heroe berkata Pemkot Yogyakarta tak menyiapkan sanksi bagi pelanggar di masa PTKM periode kedua. “PTKM di Kota Yogyakarta tidak ada aturan sanksi. Jadi harus memperkuat upaya persuasif,” katanya.
Menurut Heroe, PTKM merupakan kebijakan serentak. Dengan demikian, Kota Yogyakarta menerapkan kebijakan itu bersama Pemda DIY dan kabupaten lain. “Ketika melakukan perpanjangan, pola kerja, pembatasan, atau kelonggaran harus sama. Kalau tidak serentak, tak akan berjalan target PTKM di DIY,” ucapnya.