Jakarta, Gatra.com - Sejumlah orang membuat ramai lini massa pada pekan ini. Mereka mengeluhkan kerugian atas investasinya di saham. Mirisnya, uang yang digunakan untuk membeli saham itu bukan dana nganggur, melainkan "uang panas", mulai dari hasil meminjam alias mengutang dari pinjaman online (pijol), menggunakan uang arisan, dan lain sebagainya.
Research and Education Coordinator PT Valbury Asia Futures, Nanang Wahyudin, akhir pekan ini mengatakan, selain harus memiliki pengetahuan dasar tentang saham, juga harus memilih pasar yang tepat.
Memilih pasar yang tepat harus menjadi pertimbangan. Ada beberapa pasar kuangan, yakni saham dan valuta asing atau foregin exchange (forex). "Kalau dari pinjol, kalau di saham itu penuh mudaratnya. Soalnya waktunya itu tidak bisa instan," ungkap Nanang melalui sambungan telepon.
Ia menjelaskan, masa waktu pinjaman pijol sangat terbatas atau relatif tidak bisa lama. Sedangkan di perdaganan saham ini berlaku sebaliknya, yakni memerlukan waktu relatif cukup lama.
Menurutnya, agak logis kalau pinjaman dari pijol tersebut kemudian diinvestasi di pasar uang. Pasalnya, perputarannya lebih cepat dibanding di pasar saham. Di sini, investor bisa memilih mata uang yang akan ditransaksikan, misalnya Euro, Poundsterling, dan lain-lain, atau bisa juga komoditas emas dan minyak.
"Kecuali kalau main di pasar mata uang. Kalau pasar mata uang cepat fluktuasinya, harga itu karena 24 jam perputarannya, kita bisa bertransaksi langsung dan cepat," katanya.
Nanang melanjutkan, berbeda dengan saham, di pasar mata uang dari sisi Bapepti ada margin. Ia mencontohkan, margin awalnya bisa Rp5 juta, atau Rp1 juta. Selain itu, hasil yang didapat pun bisa dipilih, yakni rate tetap (fixed rate) atau menggunakan kurs yang sudah dipatok dan tergantung harga kurs yang berlaku (floating rate).
"Ada yang floating rate dan fixed rate. Floating rate mengikuti kurs dolar yang berlaku. Fixed rate atau rate tetap. Untuk di pasar mata uang, dia itu cepat perputarannya. Kita bisa dapat keuntungan juga cepat, tapi risikonya cepat," ujarnya.
Lebih jauh Nanang menyampaikan, investasi ini mempunyai risiko dan imbal hasil yang tinggi, yakni sesuai prinsip high risk high return. Untuk itu, calon investor yang akan berinvestasi di sini harus memahaminya agar tidak menyesal karena hanya tergiur keuntungan besar.
Menurutnya, calon investor sebaiknya terlebih dahulu memerhitungkan atau mengalkulasi risiko terburuk, yakni mengalami kerugian. "Namanya berinvestasi, lihat risikonya dahulu. Jangan lihat keuntungannya dahulu. Boleh keuntungannya dahulu kita perhitungkan di awal, tapi kita harus lihat risiko," katanya.
Kalkulasi risiko tersebut, yakni apakah calon investor siap mengalami kerugian total, atau misalkan manargetkan hanya boleh merugi 20%, 50%, atau menyisakan ekuiti dari total modal awal sebesar 20%.
"Misalkan [modal awal] Rp10 juta, target kita harus menyisakan ekuiti 20%, berarti kita harus siap rugi Rp8 juta. Jadi harus melihat kalkulasinya juga," katanya.
Nanang juga menyarankan agar investasi di pasar ini baiknya merupakan uang "dingin". Ia juga memberikan pandangan berapa porsi dari uang nganggur yang bisa diinvestasikan di saham. Misalnya, calon investor memiliki uang nganggur sebesar Rp20 juta, maka yang disiapkan untuk investasi di sini sebesar 50%, atau setengahnya. "Kenapa hanya setengah? Karena kita lihat potensi yang ada," katanya.
Dari total yang diinvestasikan tersebut, ujar Nanang, jangan dimainkan seluruhnya. Ia menyarankan dari total modal awal itu dimainkan hanya 25-30%. Selain menjaga agar tidak habis ketika mengalami rugi, juga untuk beralih ke saham lain yang dinilai lebih prospektif.
"Ketika beli pertama action, kita masuk ke pasar, tiba-tiba nilai saham itu jatuh dan kita memproyeksikan ada peluang untuk kembali reborn, kita bisa hit lagi di bawah harganya. Jadi dananya tidak langsung, setengahnya lagi, tetapi kita melihat, main 25 atau 30%-nya, begitu kita hit lagi di bawah. Nah, seperti itu fungsinya," ujar dia.
"Buat covering untuk jaga-jaga ketika nanti ada nilai saham yang kita lihat memiliiki kapabilitas, kita punya satu saham, kita lihat ada potensi cukup bagus di sana, ketika itu ada aksi korporat yang membuat harga bergerak turun, tapi turunnya sifatnya hanya sementara, kita bisa nge-hit di bawah," ujarnya.
Selain itu, lanjut Nanang, untuk persiapan jika melihat emiten lain yang memiliki proyeksi bahwa dalam beberapa hari ke depan cukup bagus kenaikannya. "Kita switching ke emiten yang lain. Begitu untungnya. Jadi paling tidak kalau ada Rp20 juta, bisa semua digunakan, tetapi yang pertama dilakukan adalah Rp10 jutanya, setengahnya. Setengahnya lagi untuk jaga-jaga bilamana kita bisa nge-hit lagi, ataupun bisa melihat switching ke emiten yang lain," ucapnya.