Semarang, Gatra.com - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menganugerahkan gelar kehormatan doktor honoris causa kepada K.H Afifuddin Muhajir. Pemberian gelar kepada kiai kharismatik kelahiran Sampang Madura ini dilakukan atas jasa besarnya dalam mengembangkan keilmuan di bidang Fiqh dan Ushul Fiqh.
Penyerahan gelar doktor kehormatan dilakukan melalui proses sidang terbuka di Aula II Kampus III UIN Walisongo Semarang, Ngaliyan, Semarang, Rabu (20/1). Acara penganugerahan ini hanya dihadiri oleh kalangan terbatas karena prosedur Covid-19 yang diterapkan oleh UIN Walisongo Semarang.
Melalui serangkaian proses kajian akademik yang dilakukan oleh tim pakar di UIN Walisongo Semarang, Kiai Afif dipandang layak mendapatkan gelar kehormatan atas gagasan dan kiprah ilmiahnya dalam menyajikan fiqh dan ushul fiqh terkait berbagai macam persoalan bangsa
Kiai Afif menjadi tokoh ke-3 yang menerima gelar honoris causa dari UIN Walisongo Semarang. Sebelumnya UIN Walisongo Semarang telah memberi gelar serupa kepada Dahlan Iskan, dan KH Husein Muhammad
Rektor UIN Walisongo Semarang Prof Imam Taufiq mengatakan tujuan pemberian doktor kehormatan ini dalam rangka memberikan apresiasi kepada tokoh yang telah berjuang dan berdampak langsung kepada kehidupan masyarakat, dalam menyemaikan buah pemikiran baik dalam tataran teroritis maupun praktis
“Lewat pertimbangan matang, lewat karya, rekam jejak dan kearifan kiai Afif, gelar ini kami berikan sebagai wujud apresisasi kepada tokoh yang telah berjasa pada pengembangan keilmuan di bidang fiqh ushul fiqh baik di tataran teroristis maupun praktis,” ujarnya.
Karya besar yang dinilai berdampak langsung kepada masyarakat luas oleh kiai Afif diantaranya ialah konsep fiqh Nusantara atau fiqih Indonesia. Upaya Kiai Afif dalam membumikan pemikiran-pemikiran Islam khususnya di bidang hukum Islam dinilai sangat kontekstual untuk diterapkan oleh masyarakat Indonesia
“Konsepsi tentang Islam sekaligus praktek keber-Islam-an di Indonesia sebagai hasil dari kombinasi dan kompromi antara teks-teks syariah dan realitas, budaya serta kearifan lokal. Beliau mampu menempatkan hubungan antara agama dan negara di Indonesia dalam pertalian atau hubungan yang harmonis,” sebut Imam.