Semarang, Gatra.com - Anggota DPRD Jawa Tengah meminta pemerintah membatalkan kenaikan tarif sembilan ruas jalan tol di Pulau Jawa, karena memberatkan pengelola angkutan barang.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah (Jateng) Hadi Santoso, kenaikan tarif jalan tol disaat kondisi ekonomi masih belum pulih dan pandemi Covid-19 sangat tidak tepat.
“Kami menerima keluhan dari para pengelola angkutan barang yang merasa keberatan dengan kenaikan tarif tol tersebut,” katanya di Semarang, Selasa (19/1).
Secara regulasi, lanjut Hadi, memang dimungkinkan kenaikan tarif jalan tol setiap dua tahun sekali, tapi Jasa Marga dan Kementerian PUPR harusnya juga pakai hati dalam mengambil keputusan.
Oleh karenanya, mendesak agar kenaikan tarif tol tersebut dibatalkan atau ditunda sampai kondisi ekonomi benar-benar pulih.
“Saat ini semua sedang prihatin dan para pengusaha masih berusaha mempertahankan diri di masa sulit ini, batalkan atau tunda sampai kondisi benar-benar pulih,” ujarnya.
Anggota dewan dari PKS ini mengingatkan bahwa tujuan pembangunan jalan tol salah satunya untuk efisiensi biaya transportasi baik manusia maupun barang. Sehingga dengan kenaikan tarif tanpa melihat kondisi ekonomi tentu akan bertentangan dengan tujuan tersebut.
“Sebaiknya pemerintah memiliki ras kemanusiaan dalam menaikan tarif ini,” kata Hadi.
Seperti diketahui pemerintah mulai 17 Januari 2021 memberlakukan kenaikan tarif sembilan jalan tol di Pulau Jawa, yakni Jakarta Outer Ring Road/JORR (E1, E2, E3, W2U dan Pondok Aren-Bintaro Viaduct-Ulujami).
Kemudian, Cikampek-Padalarang, Padalarang-Cileunyi, Semarang Seksi A,B,C, Palimanan-Kanci, Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, dan Surabaya-Gempol.
Kenaikan jalan tol yang langsung berimbas pada masyarakat Jateng adalah ruas Pejagan-Pemalang dan ruas Semarang A,B,C.
Tarif jalan tol Pejagan- Pemalang naik Rp2.500, golongan I dari Rp57.500 menjadi Rp60.000, golongan II dan III menjadi Rp90.000, serta golongan IV dan V menjadi 120.000.
Sedangkan untuk Semarang A,B, C terjadi kenaikan Rp500 untuk semua golongan.