Home Ekonomi Harga Lunglai, Petani Cilacap Malas Tanam Kedelai

Harga Lunglai, Petani Cilacap Malas Tanam Kedelai

Cilacap, Gatra.com – Petani di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah tak mau menanam kedelai lantaran harga yang ditetapkan tengkulak sangat rendah. Selain itu, budidaya kedelai membutuhkan biaya produksi yang lebih besar dibanding tanaman palawija lainnya.

Ketua Kelompok Tani Cinta Tani, Desa Bantarsari, Kecamatan Wanareja, Cilacap, Karsiman mengatakan harga jual ke tengkulak rendah, hanya Rp6.000 per kilogram. Sementara, biaya perawatan kedelai lebih besar dibanding tanaman lainnya. Pasalnya, kedelai adalah jenis tanaman yang rentan serangan hama, penyakit, dan gulma. “Kalau harga Rp6.000. Dibeli tengkulak,” ujarnya.

Dia menjelaskan, tiap kali tanam, setidaknya membutuhkan dua kali penyemprotan hama dan penyakit. Penyakit yang rawan menyerang adalah busuk akar.Tanaman tiba-tiba mati, setelah sebelumnya terlihat subur. Biasanya, penyakit ini muncul saat curah hujan tinggi.

Karenanya, petani baru berani menanam kedelai pada musim tanam kedua ladang, yakni pada bulan Maret dan April, saat curah hujan sudah tidak terlalu tinggi. Sebab, pada musim tanam pertama curah hujan sangat tinggi sehingga penyakit mudah muncul dan menyerang kedelai. “Kalau sekarang, sebagian besar petani menanam jagung dan padi gogo (ladang),” katanya, Senin (18/1).

Karsiman menjelaskan, selain penyakit busuk akar, kedelai juga rawan hama kupu kecil putih atau biasa disebut Tengangu. Tengangu meninggalkan telur di bawah tunas dan daun muda sehingga batang menghitam dan kerdil. Bisa dipastikan serangan hama ini ini menurunkan produktivitas kedelai. Bahkan, serangan berat menyebabkan gagal panen.

Dibanding dengan jagung, kata Karsiman, perawatan tanaman kedelai juga lebih berat. Pasalnya, gulma kedelai harus disiangi dan didangir setidaknya dua kali. Penyiangan dan pendangiran hanya bisa dilakukan secara mekanis, yakni dengan tenaga kerja harian. Kondisi ini berbeda dengan jagung yang penyiangan gulmanya bisa dengan aplikasi herbisida atau pemusnah gulma. “Otomatis biayanya lebih besar sehingga modalnyanya juga lebih besar,” ujarnya.

Karsiman mengaku baru dua kali menanam kedelai, yakni pada masa tanam ladang kedua 2019 dan 2020. Benih diperoleh dari pemerintah. Jenisnya kedelai putih, bahan baku tahu dan tempe. Hasilnya juga tidak memuaskan. Dalam setiap kapling, dengan luas sekitar 80 bata, hanya menghasilkan kurang dari satu kuintal biji kedelai kering.

“Jenisnya kalau orang sini bilang Lamao atau Lambao. Pada 2019 dapat 13 kuintal benih untuk dua kelompok tani. Yang tahun kemarin enam kuintal untuk lahan sini, 52 hektare,” ujarnya.

391

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR