Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia mendesak DPR dan Pemerinah untuk menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan mengesahkannya sebagai UU.
"Untuk sungguh-sunguh berkomitmen tinggi dan serius dalam menuntaskan pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat agar segera dapat disahkan menjadi UU Masyarakat Hukum Adat sesuai amanat Pasal 18B Ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945," kata Laksanto Utomo, Ketua Umum (Ketum) APHA Indonesia di Jakarta, Senin (18/1).
APHA Indonesia menyampaikan sikap tersebut setelah DPR, DPD, dan Pemerintah memasukkan RUU Masyarakat Hukum Adat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021 bersama 32 RUU lainnya.
"APHA Indonesia menyambut baik dan mengapresiasi masuknya RUU Masyarakat Hukum Adat dalam RUU Prolegnas 2021 sebagai RUU inisiatif DPR," katanya.
Laksanto melanjutkan, APHA Indonesia juga mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengedepankan kepentingan masyarakat hukum adat beserta hak-hak adatnya di atas pertimbangan kepentingan politik, ekonomi, dan lain sebagainya dalam pembahasan dan penuntasan RUU Masyarakat Hukum Adat.
Kemudian, APHA Indonesia juga meminta Pemerintah dan DPR termasuk Pemerintah Daerah (Pemda) untuk sungguh-sungguh berkomitmen memperhatikan nilai dan norma hukum adat dan prinsip kearifan lokal yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dalam membentuk peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah.
"Kami berharap pernyataan sikap ini dapat menjadi atensi dari Pemerintah dan DPR, sehingga RUU Masyarakat Hukum Adat tuntas pada masa siding 2021 demi kepentingan masyarakat hukum adat dan hak-hak adat yang dimilikinya," ujar Laksanto.
Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Sahid (FH Usahid) Jakarta ini menjelaskan mengapa APHA Indonesia mendesak agar RUU Masyarakat Hukum Adat disahkan dalam masa sidang tahun ini. Pasalnya, hehadiran UU Masyarakat Hukum Adat urgen untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum adat dan hak-hak adat yang mereka miliki.
"Selama ini, keberadaan masyarakat hukum adat dan hak-haknya kurang mendapatkan perhatian dari Negara, bahkan rentan diperlakukan sewenang- wenang. Padahal masyarakat hukum adat dan hak-hak adatnya itu sudah ada sejak sebelum NKRI berdiri," ujarnya.
Selain itu, pasca-amandemen UUD Negara RI 1945, pengakuan terhadap eksistensi hukum adat dimuat dalam Pasal 18B Ayat (2) UUD Negara RI 1945. Pasal 18B Ayat (2) UUD Negara RI 1945 menyatakan: "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".
Realitasnya, hingga 2 dekade era reformasi berjalan, ketentuan Pasal 18B Ayat (2) yang mengamanatkan pembentukan UU yang substansinya mengatur masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya itu belum terealisasi. Padahah, RUU Masyarakat Hukum Adat sudah berproses lebih dari 10 tahun di DPR, dan sudah 2 periode juga masuk dalam Prolegnas tetapi tak kunjung tuntas.
"Padahal, keberadaan UU Masyarakat Hukum Adat adalah amanat UUD Negara RI Tahun 1945 yang wajib direalisasikan oleh DPR dan Pemerintah sebagai Pembentuk UU," ujarnya.