Home Hukum Permohonan Perlindungan terkait Perdagangan Orang Naik 15,3%

Permohonan Perlindungan terkait Perdagangan Orang Naik 15,3%

Jakarta, Gatra.com - Jumlah permohonan perlindungan terkait kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meningkat sebesar 15,3% pada tahun 2020.

Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo, dalam acara penyampaian Laporan Kerta Tahun 2020 bertajuk "Separuh Napas Perlindungan Saksi dan Korban di Tengah Pandemi : LPSK Menolak Menyerah" di Jakarta, Kamis (14/1), mengatakan, jumlah permohan tahun ini sebanyak 203. Sedangkan tahun sebelumnya 176 permohonan.

Menurut Anton, jumlah permohonan di tahun 2020 merupakan yang tertinggi sejak diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Jika dihitung sejak sejak tahun 2015, lanjut Anton, jumlah total pemohonan yang masuk ke LPSK terkait TPPO mencapai 787 permohonan. Jawa Barat merupakan wilayah tertinggi asal pemohon disusul DKI Jakarta.

"LPSK mencatat kedua provinsi tersebut selalu menjadi wilayah tertinggi asal pemohon, setidaknya dalam dua tahun terakhir," ujarnya.

Anton menambahkan, hal yang menarik dalam permohonan perkara TPPO ini, yakni terkait pihak yang mengajukan permohonan ke LPSK didominasi berasal dari Instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang disusul oleh pihak kepolisian.

Menurutnya, tercatat 2 program perlindungan, yakni pemenuhan hak prosedural dan fasilitasi restitusi masih menjadi jenis layanan yang paling banyak dilakukan LPSK kepada para terlindung TPPO.

"Hal ini selaras jika melihat angka permohonan tertinggi justru datang dari instansi pemerintah dan aparat penegak hukum yang menyadari pentingnya posisi para terlindung untuk hadir dan memberikan keterangan," katanya.

Namun, Anton menyayangkan masih rendahnya kepatuhan pembayaran restitusi dari pelaku kepada korban. Persoalan restitusi masih ditemukan kendala dalam proses implementasinya, seperti aspek regulasi, kemampuan pelaku untuk membayar, daya paksa hukuman, dan masih belum ada kesamaan pandangan dari aparat penegak hukum terkait pembayaran resitusi kepada korban tindak pidana.

341