Jakarta, Gatra.com - Petani kelapa sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) di 134 kabupaten kota di 22 provinsi yang ada di Indonesia akhirnya bersepakat untuk menemui Presiden Jokowi di Jakarta.
Biar langkah ini lancar, para petani memita supaya mereka divaksin lebih dulu. "Kami ingin menyampaikan langsung bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kehutanan dan perkebunan akan sangat berbahaya jika dilanjutkan," kata Ketua Umum DPP Apkasindo, DR (c) Gulat Medali Emas Manurung kepada Gatra.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/1).
Selain akan merugikan petani sawit hingga lebih dari Rp500 triliun, RPP itu kata Gulat juga akan menyedot pundi-pundi Negara hampir senilai kerugian petani. "Selain itu, Negara juga akan kehilangan pendapatan sekitar 258 triliun per tahun," tegasnya.
Ketua DPW Apkasindo Papua, Pdt. Albert Yoku mengaku siap berangkat ke Jakarta menemui Presiden Jokowi. "Saya akan membawa beberapa orang petani," ujar lelaki 56 tahun ini.
Bagi ayah tiga anak ini, RPP Kehutanan dan Perkebunan yang ada saat ini telah seolah-olah menusuk Presiden dari belakang.
"Berulangkali Presiden menyebut kalau membangun Indonesia dimulai dari pinggir, memulai dari kawasan yang selama ini tidak terjangkau oleh pembangunan. Petani sawit sudah melakukan itu, kami membangun pedesaaan jauh di ujung keramaian. Apa yang sudah kami lakukan ini adalah semangat Presiden, lalu kenapa kami malah dipinggirkan oleh RPP Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) itu," Albert bertanya.
Lelaki ini kemudian mengingatkan bahwa hutan ada pemiliknya, mereka adalah masyarakat adat setempat. Jika hutan dikelola, musti berdampak positif kepada masyarakat lokal.
"Dan petani sawit itu adalah investor. Sebab kami membangun diri dan ekonomi kami supaya maju, oleh darah dan keringat kami sendiri," tegasnya.
Padahal kata Albert, pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, baik moril maupun materil adalah tugas Negara yang diperintah Undang-Undang.
"Jadi, jangan kami dipinggirkan dua kali. Sudahlah perusahaan meminggirkan kami oleh izin yang diberikan pemerintah, sekarang jangan lagi Negara yang langsung meminggirkan kami," pintanya.
Apa yang dibilang oleh Gulat maupun Albert ini sesungguhnya menjadi puncak dari pertemuan daring yang digelar tadi malam.
Selain sejumlah petani dan wartawan, sederet profesor dan praktisi kehutanan juga ngariung di acara konfrensi pers yang diselengi diskusi itu.
Mulai dari Prof Budi Mulyanto, Prof Yanto Santosa, Prof Sudarsono Soedomo (guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB)), Guru Besar Universitas Gadjah Mada Prof Sambas Sabarnurdin, Petrus Gunarso, PhD, DR. Sadino, DR. Purwadi, DR. Tungkot Sipayung, Sahat Sinaga hingga Staf Ahli Menteri Pertanian Syamsul Bahri, berbaur di sana.
Semua pakar ini menyebut bahwa petani sawit itu adalah penyelamat lahan terlantar yang ada di Indonesia dan kini sudah menghijau oleh sawit dan para pakar ini juga sepakat bahwa petani sawit adalah investor yang musti dijadikan prioritas untuk dikeluarkan dari kawasan hutan.
"Jadi saya minta supaya petani langsung menghadap Presiden menyampiakan semua ini, jangan ke menteri, enggak akan selesai. Sebab menteri masih ada berkutat pada ego sektoral," Prof Budi mengingatkan.
Abdul Aziz