Yogyakarta, Gatra.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, resmi melarang kawasan Malioboro sebagai tempat penyampaian pendapat di muka umum.
Larangan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka yang diunggah pada 4 Januari 2021 di https://birohukum.jogjaprov.go.id/produk_hukum_preview.php?id=16034.
Di pasal 5, Gubernur DIY melarang penyampaian pendapat di muka publik di lima area, yaitu Istana Negara Gedung Agung, Keraton Yogyakarta, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan kawasan Malioboro.
Pasal ini menyatakan penyampaian pendapat di muka umum diperkenankan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar. Malioboro selama ini menjadi pusat ekonomi dan pariwisata DIY. Di kawasan ini juga terdapat kantor pusat pemerintahan Pemda DIY dan DPRD DIY.
"Bisa jadi keluarnya Pergub DIY 1 tahun 2021 tersebut imbas dari peristiwa ricuh pada aksi demo penolakan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, pada Kamis 8 Oktober 2020 lalu," kata Baharuddin Kamba, aktivis Jogja Corruption Watch (JCW), lewat pernyataan tertulis, Senin (11/1).
Menurutnya, Pergub DIY ini melanggar peraturan di atasnya soal penyampaian pendapat umum berupa unjuk rasa, seperti diatur Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998. Pergub DIY juga dinilai tidak masuk hierarki perundang-undangan sehingga tidak boleh dijadikan acuan pemidananan oleh kepolisian di DIY.
"Ada kesan antikritik di dalam Pergub DIY ini. Padahal di Jalan Malioboro terdapat dua kantor publik sebagai tempat penyampaian aspirasi," ujarnya.
Kamba juga meminta jika memang dijadikan rujukan, penegakan Pergub DIY ini tidak boleh tebang pilih untuk warga yang menyampaikan aspirasi baik yang pro maupun yang kontra ke pemerintah pusat dan daerah. "Jika tebang pilih, tidak keliru apabila Pergub ini dapat dicabut," kata dia.
Adapun Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menilai tujuan Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 adalah untuk pengendalian. "DIY dikenal sebagai kota pelajar, mahasiswa, yang sangat kental dengan aktivitas penyampaian pendapat umum atau demonstrasi," kata dia.
Huda memandang Pergub DIY itu sebagai salah satu antisipasi agar demonstrasi anarkis yang terjadi beberapa bulan lalu tidak terulang. Tempat-tempat larangan demo itu adalah area khusus dan cagar budaya.
"Malioboro juga pusat ekonomi dan wisata, jadi sangat wajar (Pergub) itu. Harapanya penyampaian pendapat umum dilakukan sesuai koridor agar tidak banyak merugikan pihak lain," ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Sekda Pemda DIY Kadarmanta Baskara Aji belum merespons soal pro komtra Pergub DIY ini. "Baru rapat," kata Aji via pesan singkat, Senin pagi.