Jakarta, Gatra.com - Destructive Fishing Watch (DFW) sebagai pengelola Fishers Center menerima 40 pengaduan korban awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal ikan dalam dan luar negeri dalam kurun waktu Januari-Desember 2020.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Abdu Suhufan, mengatakan, dari 40 pengaduan tersebut tercatat 103 korban awak kapal perikanan yang terjebak dalam praktik kerja yang tidak adil dan merugikan.
“Saat ini, mayoritas pengaduan dilakukan oleh mereka yang bekerja di kapal ikan luar negeri atau pekerja perikanan migran,” kata Abdi melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (9/1).
Abdi mengungkapkan, 40 pengaduan kasus tersebut 64,32% merupakan kasus luar negeri dan 36,68% adalah kasus awak kapal perikanan dalam negeri. Melihat kondisi tersebut, pemerintah perlu secepatnya mengambil langkah dan kebijakan strategis untuk mencegah jatuhnya korban awak kapal atau anak buah kapal (ABK) perikanan.
"Sejumlah kebijakan perlindungan dalam status pending, seperti Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaut migran dan pelaut perikanan serta rencana aksi nasional perlindungan awak kapal perikanan” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Program SAFE Seas Project, Baso Hamdani, menyampaikan, perlunya pemenuhan aspek legalitas dan akreditasi perusahaan perekrut dan penempatan (manning agent) awak kapal perikanan.
"Saat ini, terdapat puluhan manning agent yang melakukan perekrutan dan pengiriman awak kapal perikana ke Tiongkok dan negara lain tanpa memiliki perizinan berusaha sesuai ketentuan pemerintah ” kata Baso.
Hal ini disebabkan karena dualisme rezim perizinan perekrutan dan penempatan pekerja pelaut migran, yaitu melalui Kementerian Perhubungan dan Kementerian Tenaga Kerja. Ini menyebabkan ketidakpastian berusaha dan ekonomi biaya tinggi bagi pelaku usaha (manning agent).