Jakarta, Gatra.com – Kehadiran peranti canggih GeNose karya peneliti UGM telah menjadi perbincangan di masyarakat. Alat mini ini mampu mendeteksi Covid-19 dengan mengenali senyawa metabolik atau Volatile Organic Compound (VOC) yang terbentuk karena adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas seseorang.
Kandungan napas diidentifikasi melalui sejumlah sensor yang kemudian diolah datanya berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Dari hasil pengujian yang dilakukan oleh para pakar, GeNose terbukti memiliki sensitifitas hingga 92 persen dan spesifitas mencapai 95%. Tingkat akurasi itu menjadikan GeNose sebagai alat screening alternatif dalam pendeteksian Covid-19.
Saat ini alat yang dikembangkan oleh Prof. Kuwat Triyana bersama jajaran staf pengajar UGM itu sudah melewati uji diagnostik dan mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan nomor AKD 20401022883. Bahkan beberapa waktu lalu, alat pengendus Covid-19 itu juga sudah diujicobakan di Kantor Staf Presiden, Jakarta.
Juru Bicara (Jubir) Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto, mengatakan pihaknya optimis GeNose dapat menjadi alat testing standar yang digunakan Satgas Covid-19 dan institusi kesehatan. “Dengan tingkat akurasi di atas 90 persen, GeNose bisa menjadi salah satu alat testing standar yang digunakan Satgas Covid-19 dan institusi kesehatan,” kata Wawan kepada Gatra.com, Jumat (8/1).
Untuk diketahui, pemerintah telah menyiapkan skenario untuk memproduksi GeNose secara massal dengan target produksi sebanyak 10.000 unit pada akhir Februari. Sejauh ini lima perusahaan dalam konsorsium menyatakan siap memproduksi alat canggih itu. Di antaranya PT. Yogya Presisi Tehnikatama Industri, PT. Hikari Solusindo Sukses, PT. Stechoq Robotika Indonesia, PT. Nanosense Instrument Indonesia dan PT. Swayasa Prakarsa.
Setelah diperolehnya izin edar, tim peneliti UGM akan melakukan penyerahan GeNose C19 produksi massal batch pertama yang didanai Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kemenristek/BRIN untuk didistribusikan. “Setelah mendapatkan izin edar dari Kemenkes, GeNose siap untuk diproduksi secara massal. Hal ini berpeluang menjadi alat alternatif yang digunakan dalam mendeteksi virus corona selain menggunakan rapid test,” ujar Wawan.
Baca: GeNose Tingkatkan Percaya Diri Peneliti Indonesia
Wawan menerangkan BIN akan mendorong penyempurnaan alat tersebut dapat mencapai akurasi dengan standar WHO yakni sensitifitas > 80% dan spesifisitas >97%. “Berdasarkan hasil analisa profiling dengan metode sederhana Multi Layer Perceptron (MLP) dan Support Vector Machine (SVM) menunjukkan bahwa akurasi GeNose bisa lebih dari 90 persen. Upaya pengembangan GeNose masih terus dilakukan agar dapat meningkatkan spesifisitas di atas 97 persen sesuai standar WHO,” terang Wawan.
Ia menyatakan saat ini tim dari UGM yang dipimpin oleh Prof. Kuwat Triyana selaku Ketua Tim Pengembang GeNose tengah mengajukan pengakuan GeNose ke WHO. Wawan menambahkan selain GeNose, BIN juga turut mendorong akselerasi riset penanganan Covid-19 lainnya di antaranya Rapid Swab Test RT-Lap oleh LIPI dan Reagen+ oleh UNAIR.
“Metode RT Lamp dari LIPI juga menawarkan tes cepat di bawah satu jam tanpa menggunakan laboratorium. Alat ini akurasinya lebih tinggi dibandingkan rapid test antibody karena mendeteksi adanya virus Sars-CoV-2. Sampel untuk tes dengan cara RT-LAMP itu dapat menggunakan sampel serum, urin, saliva, swab nasofaring, dan swab orofaring dengan target oligonukleotida virus SARS-CoV-2,” katanya.
Sementara untuk Reagen+ yang diproduksi oleh Unair dan Kimia Farma, menawarkan harga sekitar Rp100 ribu dengan hasil sekitar 2 jam. Hasil bisa diperoleh lebih cepat dibandingkan PCR Swab karena ada langkah yang “dihilangkan” tanpa memengaruhi hasil tes tersebut.
“Kedua alat tersebut, dan alat tes lainnya dari lembaga lain, dapat menjadi alternatif bagi lembaga-lembaga kesehatan untuk melaksanakan 3T dengan lebih cepat sehingga penanganan juga akan lebih cepat dan bangsa Indonesia bisa segera keluar dari masa pandemi Covid-19,” pungkasnya.