Yogyakarta, Gatra.com - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menginformasikan bahwa sumber panas sempat terpantau di Gunung Merapi pada awal Januari 2021 ini. Namun sumber panas itu berasal dari material erupsi lama.
Hal itu merespons informasi di media sosial bahwa terlihat api diam di puncak Merapi, Jumat (1/1) lalu, sebagai tanda magma telah berada di permukaan. Kepala BPPTKG Hanik Humaida membantah kabar di medsos tersebut dan menyatakan sumber panas itu berasal dari reruntuhan lava erupsi 1997.
"Magma belum muncul di permukaan. Sampai saat ini di bawah permukaan. Yang muncul kemarin bukan api diam. Kemarin itu adalah sumber panas yang ada di lava 1997, bekas reruntuhan lava," kata Hanik dalam siaran pers tentang perkembangan Merapi, Senin (4/1).
Hanik mengatakan memang terjadi peningkatan suhu dan peningkatan kegempaan, baik itu gempa fase banyak maupun gempa vulkanik dangkal, pada Jumat (1/1) lalu.
"Material yang runtuh juga bukan lava baru. Itu material lama yang runtuh dan mungkin dikira awan panas. Itu adalah debu atau kepulan pada saat material lama melaju atau gugur ke arah aliran sungai," katanya.
Hanik mengatakan magma Merapi terus menuju ke permukaan. Dengan semakin dekatnya magma ke permukaan, suhu panas di atas kawah pun makin tinggi. "Magma ini suhunya tinggi. Pada saat lebih dekat ke permukaan, maka panasnya lebih tinggi. Gas ini dari magma tersebut," katanya.
Menurut Hanik, sejak 22 Desember 2020 hingga kini, aktivitas Merapi lebih tinggi dibanding periode dua minggu lalu. Letusan diperkirakan didominasi erupsi yang bersifat eksplosif.
"Dari EDM (Electronic Distance Measurements), arah erupsi dominan ke barat - barat laut. Namun demikian bukaan kawah ke Gendol (tenggara). Jadi potensi ke arah Gendol juga ada," katanya.
Sesuai pantauan, sepanjang 25 Desember sampai 231 Desember 2020 terdapat asap putih dari tipis hingga tebal dengan tekanan lemah. Tinggi asap maksimum 200 meter yang teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi Kaliurang pada 25 Desember 2020 pukul 06.00 WIB.
Selain itu, guguran teramati dari Pos Pengamatan Gunung Merapi Babadan dengan jarak luncur maksimal sejauh 1,5 kilometer ke arah hulu Kali Senowo di sektor barat pada 31 Desember pukul 12.40 WIB.
Pada periode itu, kegempaan tercatat 501 kali gempa vulkanik dangkal, 2.403 kali gempa fase banyak, 4 kali gempa frekuensi rendah, 343 kali gempa guguran, 494 kali gempa embusan, dan 8 kali gempa tektonik. Intensitas kegempaan pada minggu ini lebih tinggi dibanding minggu lalu.
"Memang kalau dilihat secara kasat mata, Merapinya tidak apa-apa. Sebenarnya seismitasnya begitu besar dan ini harus kita waspadai. Sekarang Merapi masih punya potensi bahaya yang cukup tinggi. Jangan sampai kita terlena," ucapnya.