Home Ekonomi PKS Minta Pemerintah Bekerja Lebih Keras di 2021

PKS Minta Pemerintah Bekerja Lebih Keras di 2021

Jakarta, Gatra.com - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtra (F-PKS), Jazuli Juwaini, meminta Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin bekerja lebih keras di 2021 karena seluruh indikator kesehatan rakyat memburuk pada tahun lalu.

Jazuli di Jakarta, Jumat (1/1), menyampaikan, kerja lebih keras jajaran pemerintahan Jokowi-Ma'ruf merupakan keniscayaan karena grafik penyintas Covid-19 juga terus meningkat signifikan akibat pandemi yang berlangsung hampir 1 tahun tersebut.

Dalam evaluasi Jazuli atas pemerintah di tahun 2020 dan menyambut 2021, pemerintah harus mengambil opsi kebijakan yang lebih tegas, tidak ambigu, dan abu-abu antara kepentingan kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi seperti pada tahun lalu.

Publik menangkap ambiguitas kebijakan pemerintah pada tahun kemarin sebagai inkonsistensi. "Dampaknya tidak jelas apa kebijakan yang berlaku antara yang dibolehkan dan dilarang, sehingga sulit menerapkannya di lapangan. Akibatnya, banyak yang abai protokol kesehatan. Tingkat kematian (fatality rate) Indonesia tertinggi di Asia Tenggara," ujarnya.

Publik, kata Jazuli, tidak mendapat gambaran yang jelas mengenai kebijakan dan peta jalan pemerintah yang komprehensif, sistematis, dan terukur dalam mengatasi pandemi Covid-19 dan berbagai dampaknya.

Kebijakan tersebut juga membuat pemerintah tidak bisa menjelaskan secara jelas dan optimistis kapan pandemi ini akan selesai diatasi. Prediksi yang disampaikan pemerintah pun berulangkali meleset.

Jazuli juga menyampaikan, F-PKS menilai bahwa pemerintah tidak memiliki strategi yang komprehensif dalam penyediaan vaksin dan strategi vaksinasi. Terbukti dengan pembelian sejumlah obat Covid-19 yang terburu-buru di awal pendemi, kontroversi pembelian vaksin Sinovac yang belum lulus uji klinis, hingga kepercayaan rakyat yang rendah terhadap vaksin yang disediakan pemerintah.

Bukan hanya itu, kata Jazuli, kesejahteraan rakyat juga kian memburuk dalam setahun terakhir. Ini sesuai beberapa data dan indikator, di antaranya dari Badan Pusat Statistik (BPS), yakni pengangguran bertambah menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020.

Masih menurut data BPS, lanjut Jazuli, sebanyak 29,12 juta orang usia kerja terkena dampak pandemi. Angka kemiskinan pada Maret 2020 melonjak 1,63 juta orang menjadi 26,42 juta orang dan diperediksi jumlah angka kemiskinan hingga akhir 2020 mencapai 28,7 juta orang.

Menurutnya, saat rakyat mengalami berbagai kesulitan, pemerintah seperti kehilangan sensitivitas. Pemerintah malah menaikkan iuran BPJS pada Mei 2020. Pada perawatan kelas III, iuran Rp25.500 meningkat menjadi Rp42.000.Peserta kelas II, iuran sebesar Rp51.000 dinaikkan menjadi Rp100.000. Pada kelas I, iuran yang sebelumnya Rp80.000 dinaikkan sampai Rp150.000.

Selanjutnya, Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf juga membut Indonesia kian tergantung pada utang yang akan diwariskan kepada anak cucu nanti. Bahkan, berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-6 dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia.

Menurut Jazuli, posisi utang luar negeri Indonesia berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia pada Juli 2020 sebesar US$409,7 miliar atau sekitar Rp6.063 triliun dengan asumsi kurs Rp14.800 per dolar.

Pertumbuhan ekonomi nasional juga terkoreksi tajam akibat pandemi Covid-19. Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi di kuartal III 2020 dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 3,49% di kuartal tersebut.

Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 turun drastis dan jauh dari target, yakni pada kuartal I hanya mencatat pertumbuhan 2,97% dan kuartal II minus 5,32%.

Pemerintah juga terkesan memaksakan sejumlah agenda legislasi dengan mengesahkan UU Cipta Kerja yang kontroversial pada Oktober 2020. Padahal, UU ini dinilai cacat formil dan materil, tidak transparan, tidak terbuka, dan minim partisipasi publik oleh masyarakat sipil dan akademisi sehingga masyarakat menolaknya.

Upaya penanganan dampak ekonomi dengan modal Perppu yang sejak awal dipaksakan pemerintah, F-PKS tegas menolak dan menyatanya tidak menunjukkan hasil yang sebanding. Problemnya jajaran pemerintah sejak awal tidak serius untuk memprioritaskan dan mengatasi aspek kesehatan dari pandemi Covid-19.

Komitmen untuk menunjukkan kepedulian dan sensitivitas kepada nasib rakyat juga diciderai dengan kasus korupsi Menteri KKP terkait benur lobster dan Menteri Sosial (Mensos) dalam korupsi dana bansos Covid-19.

Ketua F-PKS DPR ini juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan pemerintah dalam mewujudkan harmoni sosial politik di masa pandemi. Pemerintah harus tampil seutuhnya sebagai solidarity maker, merangkul seluruh anak bangsa, dan menjadi unsur perekat bagi seluruh rakyat untuk mengatasi persoalan bangsa.

"Kami melihat pemerintah belum nampak kuat memainkan peran itu. Pemerintah justru terkesan mendukung segregasi dan keterbelahan di masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang dirasakan standar ganda, tidak adil, dan sarat kepentingan, terutama kepada kelompok-kelompok kritis kepada pemerintah," ujar Jazuli.

Atas seluruh persoalan di atas, F-PKS mendesak pemerintah untuk semakin sistematis, fokus, dan terukur dalam mengatasi Covid-19. Pemerintah juga harus semakin serius mengatasi dampak ekonomi dengan prioritas utama kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin.

Pemerintah juga harus tampil sebagai pemersatu dan perekat atas semua dinamika sosial politik di masyarakat. Menghadirkan hukum yang berwibawa dan berkeadilan untuk seluruh rakyat. "Kita butuh persatuan dan kesatuan untuk keluar dari pandemi dan krisis saat ini," ujarnya.

89