Home Info Sawit Akhir Tahun, FKPMR Soroti Sawit dan Bagi Hasilnya

Akhir Tahun, FKPMR Soroti Sawit dan Bagi Hasilnya

Pekanbaru, Gatra.com - Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) menggelar konfrensi pers akhir tahun. Perkebunan kelapa sawit ilegal dan dana bagi hasil Crude Palm Oil (CPO) menjadi dua dari 11 poin yang disoroti.

Pada lembaran siaran pers yang diteken langsung oleh Ketua Umum FKPMR, DR. Chaidir dan Sekretaris Jenderal, Endang Sukarelawan itu disebutkan kelapa sawit telah menjadi primadona perekonomian Provinsi Riau, tapi sekaligus juga menghadirkan banyak masalah.

Mulai dari perkebunan ilegal yang menimbulkan ketidakadilan, penguasaan lahan yang semena-mena, kesenjangan kesejahteraan ekonomi masyarakat, masalah lingkungan hidup, tidak tertibnya administrasi, bahkan konflik lahan.

"Temuan Pansus DPRD Riau, ada 1,2 juta hektar kebun sawit illegal di Riau. Konflik lahan juga terjadi antara perusahaan dengan perusahaan, antara perusahaan dengan masyarakat, dan antara perusahaan dengan masyarakat hukum adat (tanah ulayat)," kata Chaidir dalam siaran pers yang diterima Gatra.com, Kamis (31/12) itu.

Berbagai konflik itu terjadi kata mantan Ketua DPRd Riau ini terjadi lantaran dipicu oleh isu lingkungan, isu penyerobotan lahan masyarakat, isu tumpang tindih lahan dan termasuk konflik tapal batas antar kabupaten kota dalam Provinsi Riau dan tapal batas wilayah provinsi dengan provinsi tetangga.

Khusus isu lingkungan tadi kata Chaidir terjadi lantaran prosedural yang dilanggar dan tidak mengikuti aturan saat implementasi.

Untuk itu, FKPMR kata lelaki asal Rokan Hulu ini mendukung Gubernur Riau untuk mengedepankan semangat collaborative governance (tatakelola kolaboratif), sekurang-kurangnya melibatkan DPRD, apparat keamanan, akademisi, kalangan swasta, asosiasi, dan media, dalam mengendalikan isu-isu perkebunan dan konflik lahan di Riau.

"Jadi, setiap masalah atau keluhan masyarakat bisa segera dicarikan solusinya," pintanya.

Lantas, FKPMR juga kembali mengingatkan agar Satuan Tugas Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan/Lahan secara Ilegal di Provinsi Riau (SK Gubernur Riau Nomor 1078/IX/2019 tanggal 25 September 2019) yang merupakan gabungan dari instansi vertikal, OPD, POLDA, KOREM perlu melibatkan aktivis dan pemerhati lingkungan serta seluruh stakeholder terkait.

FKPMR tetap meminta seluruh progres (kemajuan) penertiban yang telah dicapai Satuan Tugas Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan/Lahan secara Ilegal di Provinsi Riau itu dipublikasikan secara berkala sehingga masyarakat bisa mengikuti perkembangannya.

Terkait CPO, Riau kata Chaidir punya andil 40 persen terhadap ekspor CPO Nasional. Selama ini sebagian besar hasil perkebunan itu diekspor dalam bentuk bahan mentah.

Hanya saja, pada UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum menjadikan komoditi perkebunan sebagai komponen pendapatan yang masuk kategori dana bagi hasil.

Di samping kebutuhan perlunya mengubah undang-undang tersebut, ke depan, pengembangan industri hilir pengolahan kelapa sawit dan kelapa perlu didorong melalui regulasi agar Provinsi Riau dan provinsi lain penghasil CPO memperoleh nilai tambah. "Kebijakan semacam ini akan membuka lapangan kerja dan menggerakkan industri pendukung lainnya di daerah," katanya.

Untuk ini, FKPMR mendorong Gubernur Riau lebih intensif membangun komunikasi dengan provinsi-provinsi lain penghasil CPO untuk bersama-sama merumuskan langkah perjuangan mendapatkan DBH CPO.

"Gubernur bersama-sama DPRD Riau didorong untuk membangun komunikasi dan koordinasi dengan Anggota DPR dan DPD Dapil Riau agar secepatkan bisa mengagendakan revisi UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah," ujarnya.


Abdul Aziz

 

208