Jakarta, Gatra.com - Hampir semua petani kelapa sawit yang ikut program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mengeluh kalau duit bantuan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang nilainya Rp25 juta per hektar itu --- belakangan ditambah menjadi Rp30 juta perhektar --- tidak cukup untuk modal meremajakan kebunnya sampai menghasilkan kembali.
Sebab rata-rata peremajaan kebun tadi hanya dikerjakan oleh pihak ketiga. Kalaupun petani terlibat dalam peremajaan itu, hanya ikut menanam sesuai aturan yang sudah dibikin.
Inilah yang membikin Wayan Supadno kesal. "Selama ini kenapa petani terkesan apatis dengan segala program yang datang dari 'menara gading' itu, penyebab pertamanya lantaran program itu tidak aplikatif," ujar lelaki 53 tahun ini saat berbincang dengan Gatra.com, Kamis (31/12).
Baca juga: Wayan: Jangan Ingkari Amanah Lagu Kebangsaan Itu!
Sudahlah begitu kata ayah tiga anak ini, minimnya edukasi, informasi, motifiasi tentang betapa pentingnya petani berinovasi, menambah daftar panjang persoalan.
"Jadinya ya kayak orang buta yang dituntunlah, yang buta enggak mau tahu dia dengan apa yang ada di depan," katanya.
Kalau mau memacu replanting kata lelaki yang sudah mengoleksi sederet penghargaan nasional dan internasional terkait inovasi ini, mestinya bantuan tidak perlu diberikan berbentuk bibit dan duit, jumlah duitnya besar pula.
"Bagi petani yang kreatif, duit Rp25 juta itu sudah sangat banyak lho. Maksud saya, kalau mau memacu replanting, bagikan saja sebanyak dan semerata mungkin kecambah yang legitimate melalui komunitas sawit. Lengkapi semua itu dengan petunjuk pelaksanaan dan teknis gimana membikin pembibitan yang baik dan benar. Jangan semua serba diborongkan, jangan petani itu sengaja dibodohkan," pintanya.
Selain petani yang bermasalah dengan legalitas lahan akan kebagian bibit, petani kelapa sawit juga akan tertuntun untuk krestif dan inovatif. Alhasil petani akan lebih menjiwai usahanya.
Kalau duit Rp25 juta tadi dibelikan kecambah hasil riset, hasilnya akan jauh lebih banyak. Luasan lahan yang ditanampun akan jauh lebih luas.
"Moratoriumkan cuma berlaku bagi perusahaan, bukan untuk petani. Ngapain kita ragu-ragu menyogok petani supaya ekspansi. Maaf kalau bahasa saya agak reman. Sebab oknum pengusaha lebih preman lagi, hutan lindung saja disikat," ujar Ikon Petani Pancasila 2020 ini.
"Jadi maaf, BPDPKS musti mengkaji ulang program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang menurut saya, tergolong gagal. Kenapa saya bilang begitu, tengok sajalah, berapa persen yang sampai ke petani dan berapa persen yang tercapai dari target. Dari situ kelihatan kok sukses atau gagalnya," tambah Petani Inovatif Nasional 2016 ini.
Wayan kemudian mengingatkan kalau program apapun terkait petani, mereka akan sukses jika disodori cara bertani dengan Harga Pokok Produksi (HPP) yang rendah tapi tingkat produksi tinggi.
Kalau yang ada sekarang, khususnya program PSR kata Wayan, "Latteung yang ada. Anggarannya terlalu sikit, kemasannya saja yang terlalu tebal, mewah. Dihiasi pula dengan bahasa politik, marketing dan perlindungan," katanya.
Abdul Aziz