Siak, Gatra.com - Ternyata tidak sedikit petani kelapa sawit di Kabupaten Siak Provinsi Riau yang gagal mendapat bantuan duit Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang digelontorkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Kegagalan itu justru bukan oleh kesalahan pemerintah, tapi ulah petani kelapa sawit itu sendiri.
Menurut Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Siak, Muhammad Ihsan, faktor utama yang membikin petani gagal dapat bantuan lantaran lantaran sertifikat lahannya sudah 'sekolah' di bank.
"Yang paling banyak itu ya soal utang petani di bank," urai Ihsan saat bincang-bincang dengan Gatra.com, Rabu (30/12).
Lantas persoalan kedua, lantaran harga sawit yang masih terus moncer, banyak petani memilih untuk tidak mengajukan peremajaan.
"Walau umur sawit sudah di atas 30 tahun, petani belum mau ikut PSR. Mereka masih berharap dari hasil sawitnya. Memang tak dipungkiri pula, umur sawit sudah 30 tahun, produksinya masih lumayan tinggi," katanya.
Persoalan berikutnya, gagalnya petani mendapatkan duit bantuan PSR tadi lantaran kelembagaan yang belum siap. Sebab syarat mutlak mengajukan program PSR itu adalah harus punya kelembagaan yang jelas.
"Kalau koperasi misalnya belum siap, petani bisa saja mengusulkan melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)," ujarnya.
Yang pasti kata Ihsan, pengusulan tidak seribet dulu. Sekarang sudah melalui aplikasi. Petani tidak bisa memanipulasi data sekecil apapun.
"Nah, kalau petani plasma pada umumnya sudah tahu program ini. Tapi kalau petani swadaya, boleh saya katakan masih banyak belum tahu," katanya.
lantaran itulah kata Ihsan, Bidang Perkebunan terus melakukan sosialisasi ke kecamatan. Disitu kata Ihsan pihaknya mengundang semua elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dengan harapan mereka bisa menyampaikan program PSR itu kepada kelompok petani di daerahnya masing-masing.
"Kendala lain, kadang ada juga petani yang ganti nama, memasukkan nama lain di dua kelompok tani. Kelakuan semacam ini akan berdampak pada yang lain, urusan jadi terhambat lantaran mau tak mau, salah satu nama harus mundur," terangnya.
Nah, di program PSR ini kta Ihsan, sistem pengusulan ada tiga tahap. Pertama, petani mengajukan usulan ke Bidang Perkebunan, lalu Bidang Perkebunan kemudian mengajukan berkas itu ke Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Dari provinsi dilanjutkan ke Ditjenbun.
"Kalau ada kesalahan atau manipulasi data, di Ditjenbun bakal ketahuan. Makanya tak sedikit pengajuan ditolak karena hal semacam itu," ujarnya.