Jakarta, Gatra.com - Sebanyak 18.050 orang telah meneken petisi menolak galon sekali pakai hingga Kamis dinihari (30/12), pukul 00.30 WIB yang digulirkan Elhan dan Helfia, dua anak muda peduli lingkungan, di laman change.org.
Elhan dan Helfia dalam petisi bertajuk "Tolak Galon Sekali Pakai" yang digulirkannya di laman tersebut, menyampaikan, petisi ini berangkat dari keresahan tentang ancaman sampah plastik terhadap lingkungan.
Terlebih, pemerintah telah melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. "Ehhh, tiba-tiba sekarang muncul galon sekali pakai," ungkap mereka dalam petisi tersebut.
Elhan dan Helfia mengaku terpanggil untuk menggulirkan petisi. Sebabab, sebagai anak SMA, mereka diajari untuk peduli lingkungan. Di sekolah, mereka mempunyai program Envirochallenge untuk mengurangi botol air mineral sekali pakai.
Envirochallenge merupakan sebuah program edukasi lingkungan untuk siswa sekolah menengah atas yang digagas oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Para siswa ini menyediakan galon isi ulang di tempat-tempat strategis untuk mengurangi botol air mineral sekali pakai.
"Pas pertama lihat iklan soal galon sekali pakai ini, jujur kami sedih. Upaya kami untuk mengurangi wadah plastik sekali pakai dengan galon isi ulang seakan dipatahkan oleh hadirnya galon sekali pakai," ungkapnya.
Elhan dan Helfia melanjutkan, untuk mengubah kebiasan murid atau siswa untuk membawa botol minum sendiri dan mengisi ulang air minum di sekolah ini tidaklah mudah.
Mereka pun berharap petisi ini dapat mengubah kebijakan perusahaan yang menggunakan galon sekali pakai. Pasalnya, sampah plastik sekali pakai saja penanganannya sangat sulit, kemudian harus ditambah lagi galon sekali pakai.
"Jangan sampai mengalami 'krisis' baru di tengah pandemi Covid19 ini! Kita semua berhak mendapatkan lingkungan bebas dari sampah plastik sekali pakai," tulis mereka.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP), Tiza Mafira, dalam konferensi pers pada Selasa (29/12), menyatakan, mendukung petisi tersebut. Menurutnya, ini sejalan dengan gerakan #tolaksekalipakai wadah dan kemasan.
Menurut Tiza, perusahaan juga harus bertanggung jawab dan berperan aktif mengurangi sampah plastik. GIDKP dan berbagai organisasi dan aktivis lingkungan lainnya juga menginisiasi gerakan #TolakSekaliPakai yang sudah didukung lebih dari 2 juta orang. Laman pergerakan tersebut dapat diakses di www.tolaksekalipakai-change.org.
Juru kampanye urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, menyampaikan, pihaknya juga mendukung upaya mengurangi plastik sekali pakai. Sudah ada payung hukum yang mewajibkan industri untuk terlibat mendaur ulang sampah plastik yang dihasilkan.
Menurutnya, ketentuan tersebut belum berjalan maksimal karena masih menumpukan pada sektor informal, seperti pemulung dan pengepul. Lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 75/2019, perusahaan diwajibkan mengurangi 30% sampah mereka di tahun 2029.
"Harusnya di tahun 2021 perusahaan sudah harus memulai upaya untuk mengurangi sampah dari kemasan plastik yang dihasilkannya. Bukan malah mengeluarkan produk baru kemasan sekali pakai yang akan menambah masalah sampah seperti galon sekali pakai ini," ujarnya.
Menurut Atha, dari seluruh sampah plastik, hanya 9% yang bisa didaur ulang. Sisanya akan menjadi sampah yang mencemari lingkungan dan air. "Sebelum ada galon sekali pakai saja sudah banyak sampah plastik [data dari TPA Bantargebang] yang perlu kita tangani, apalagi sekarang ditambah sampah dari galon sekali pakai," ujarnya.
Andreas Kristanto dari Ecoton Indonesia mengatakan bahwa mereka telah melakukan banyak penelitian yang menemukan bahwa mikorplastik juga ada di tubuh manusia, selain di sungai dan tempat-tempat lainnya.
"Mikroplastik ada di mana-mana. Di sungai, mikroplastik ada lebih banyak daripada plankton, sehingga ikan mengonsumsi mikroplastik," ujarnya.
Menurutnya, mikroplastik juga bisa ditemukan di feses manusia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ecoton terhadap relawan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, Malang, ditemukan per 10 gram feses manusia, terhadap 10,78 partikel mikroplastik.
"Perlu diingat, efek mikroplastik di tubuh kita itu sangat berbahaya bagi kesehatan. Karena itu kami juga mendorong semua upaya untuk mengurangi sampah plastik di alam, agar tidak lagi membahayakan manusia," kata Andreas.