Bangkinang, Gatra.com - Aroma tak sedap soal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait perkebunan, ternyata sampai juga ke Kabupaten Kampar, Riau.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPD-Apkasindo) Kabupaten Kampar, Helkis, tegas-tegasan mengecam dan menolak RPP itu jika tidak berpihak pada rakyat, khususnya petani kelapa sawit.
"Rakyat di Kampar ini bertani kelapa sawit hanya demi melanjutkan hidup dan kehidupannya, itupun dibukan susah, dibilang di kawasan hutan. Sementara kalau perusahaan butuh, mau bertutupan hutan lebat pun lahan itu, langsung diberikan untuk ditebangi. Ini enggak fair namanya," rutuk lelaki 34 tahun ini kepada Gatra.com usai melantik 4 pengurus Dewan Pimpinan Unit (DPU) --- pengurus setingkat kecamatan --- di halaman Kantor Lurah Batu Bersurat Kecamatan XIII Koto Kampar, Selasa (29/12).
Adapun 4 DPU itu antara lain; Kecamatan Koto Kampar Hulu yang diketuai oleh Salmi Hamid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Baharuddin, Kecamatan Kuok, Yurnalistik dan Kecamatan Salo, Yuono.
Kampar kata Helkis adalah kabupaten dengan kebun kelapa sawit terluas di Riau. "Namun di Kampar, yang namanya persoalan klaim kawasan hutan juga rumit. Jangankan kebun kelapa sawit, sejumlah desa juga masuk dalam kawasan hutan," katanya.
Hanya saja kata Helkis, yang diklaim jadi kawasan hutan itu justru perkampungan dan perladangan yang sudah turun temurun dihuni masyarakat, malah sebelum Indonesia merdeka.
"Aneh saja kalau desa-desa itu diklaim kawasan hutan, apa main caplok begitu saja atau gimana? Sebab kalau kawasan hutan itu ditetapkan oleh pemerintah, saya yakin tidak akan ada hak masyarakat yang terjebak di dalam kawasan hutan, undang-undang bilang begitu," ujarnya.
Abdul Aziz