Home Politik ICW Minta Mahfud Bicara Kinerja KPK Berdasar Data

ICW Minta Mahfud Bicara Kinerja KPK Berdasar Data

Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD berbicara sesuai data atas pernyataannya yang menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) era Firli Bahuri lebih banyak prestasinya ketimbang periode-periode sebelumnya.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyebut pernyataan Mahfud itu hanya asumsi semata dan ingin membela pemerintah, yang justru menjadi inisiator Revisi UU KPK. Dalam catatan evaluasi satu tahun KPK yang dilansir oleh ICW dan TII beberapa waktu lalu, kinerja lembaga antirasuah itu justru mengalami kemunduran drastis.

Pertama, Kurnia mengatakan jumlah kegiatan penindakan menurun. Pada 2019 lalu, jumlah penyidikan sebanyak 145 perkara, sedangkan tahun ini hanya 91. Selain itu, untuk penuntutan, tahun 2019 berjumlah 153 tuntutan, sedangkan tahun ini hanya 75 tuntutan.

"Kemudian dalam konteks jumlah tangkap tangan, tahun 2020 KPK hanya melakukan tujuh tangkap tangan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, 2019 sebanyak 21 kali, 2018 sebanyak 30 kali, 2017 sebanyak 19 kali), dan 2016 sebanyak 17 kali," kata Kurnia melalui keterangan resminya, Senin (28/12/2020).

Kedua, Kurnia melihat adanya degradasi kepercayaan publik kepada KPK. Hal ini dibuktikan dari temuan lima lembaga survei pada sepanjang tahun 2020, mulai Alvara Research Center, Indo Barometer, Charta Politica, LSI, dan Litbang Kompas.

"Kami menduga menurunnya kepercayaan publik kepada KPK tidak lain karena peran pemerintah, yakni tatkala mengundangkan UU KPK baru dan memilih sebagian besar komisioner bermasalah," terang dia.

Ketiga, lanjut Kurnia, kegagalan meringkus buronan. Sampai hari ini salah satu buronan kasus korupsi, mantan calon legislatif asal PDIP, Harun Masiku, tidak mampu diringkus oleh KPK. Padahal melihat rekam jejak KPK selama ini, Kurnia memandang harusnya tidak sulit untuk menangkap yang bersangkutan.

Keempat, Kurnia mengatakan komisioner yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo faktanya tidak menunjukkan nilai integritas dan tidak bisa menjaga etika sebagai pejabat publik.

Hal ini merujuk pada putusan Dewan Pengawas yang menjatuhkan sanksi etik kepada Ketua KPK, Firli Bahuri, karena terbukti menggunakan moda transportasi mewah berupa helikopter.

"Maka dari itu, ICW mengusulkan agar Pak Mahfud MD membaca data terlebih dahulu agar pendapat yang disampaikan lebih objektif dan faktual," pungkas dia.

Sebelumnya, Mahfud MD sempat mengatakan bahwa KPK dianggap lemah. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi itu justru mengatakan tahun pertama periode kepemimpinan Firli lebih banyak prestasinya dibandingkan tahun pertama periode sebelumnya.

"KPK dianggap lemah lalu pemerintah lagi yang dituding, padahal kita sudah mengatakan KPK itu independen. Meskipun sebenarnya, kalau mau kita objektif tahun pertama KPK yang sekarang dibandingkan dengan tahun pertama KPK yang sebelumnya itu objektifnya juga lebih banyak sekarang prestasinya," kata Mahfud dalam diskusi bertajuk Masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya, secara virtual, Minggu (27/12/2020).

Menurut Mahfud, KPK era Agus Rahardjo di tahun pertama bekerja tidak bisa berbuat apa-apa dibanding KPK di era Firli Bahuri. Tahun ini, lanjut dia, KPK sudah berani menangkap menteri, DPR, DPRD, bupati, wali kota.

Namun, jika memang masyarakat melihat kinerja KPK saat ini jelek pemerintah tetap tidak bertanggungjawab penuh. Karena KPK merupakan lembaga yang independen di dalam rumpun eksekutif.

"Tapi taruhlah itu dikira jelek, dibilang jelek itu kan KPK sendiri. Kita sudah mengatakan KPK itu adalah lembaga di dalam rumpun eksekutif, tetapi bukan bagian dari lembaga eksekutif seperti KPU juga, Komnas HAM. Itu kan rumpunnya eksekutif tapi bukan bagian apalagi bawahan eksekutif," pungkasnya.

368