Medan, Gatra.com- Pakar pendidikan Fitriani Manurung mengatakan potensi terpapar COVID-19 dan kemampuan belajar menurun (learning loss) menjadi dua ancaman yang mengintai anak-anak di Medan, jika Pemko Medan membuka sekolah tanpa strategi dan rencana detail.
Menurut perempuan yang akrab disapa Bunda Fitri tersebut ada banyak titik yang berpotensi membuat anak terpapar virus corona ketika sekolah benar-benar dibuka. Salah satunya saat anak menggunakan kendaraan umum untuk pergi dan pulang sekolah.
Potensi anak terpapar semakin besar karena mereka harus duduk berdesakan bersama penumpang lain. Jika merujuk Protokol Kesehatan (Prokes) 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, maka kapasitas penumpang kendaraan umum seharusnya berkurang sampai 50 persen.
"Tetapi siapa yang harus bertanggung jawab memastikan kendaraan umum itu taat prokes 3M? Tidak mungkin sekolah dan orangtua. Pemko Medanlah yang harus menjamin setiap kendaraan umum yang beroperasi aman untuk anak. Itu sebabnya harus ada skenario dan koordinasi lintas OPD yang jelas sebelum sekolah dibuka," terangnya dalam bincag-bincang akhir tahun bersama wartawan di Medan, Jumat (25/12).
Fitriani Manurung mengatakan, Pemko Medan tidak bisa melihat pelaksanaan prokes 3M hanya di lingkungan sekolah semata. Pemko juga harus memitigasi potensi lain di luar sekolah. Pembukaan sekolah akan memicu lonjakan penggunaan fasilitas publik secara massif.
"Harus ada rencana aksi yang detail, agar lonjakan ini tidak menciptakan cluster baru. Rencana ini harus dipublikasikan secara luas, agar masyarakat tahu dan bisa memberikan masukan," terang Wakil Ketua PDI-P Kota Medan ini.
Doktor pendidikan lulusan Universitas Negeri Medan (UNIMED) selanjutkan memaparkan, selain potensi terpapar COVID-19, ancaman kedua yang mengintai adalah learning loss. Selama 10 bulan ini, anak belajar dalam kondisi darurat dengan dukungan teknis yang terbatas dari guru.
Menurut Fitriani, kondisi ini membuat kemampuan belajar anak menurun drastis. Terutama anak-anak dari keluarga miskin. "Jika anak-anak ini harus kembali ke sekolah, maka Pemko Medan harus melakukan assessment ulang untuk memulihkan kemampuan belajar anak-anak itu sebelum mereka kembali belajar pada tingkatan yang seharusnya," ungkapnya.
Fitriani Manurung menekankan, jika anak-anak tetap dipaksa belajar tanpa proses asesmen dan pemulihan kemampuan, maka anak-anak dari keluarga miskin berpotensi tertinggal jauh dari rekan sebayanya dari keluarga yang mampu.
Mereka tidak akan mampu mengikuti proses pembelajaran karena tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Jika dibiarkan terus menerus maka di masa depan, anak-anak ini bisa kesulitan mendapatkan pekerjaan karena kompetensinya tidak memadai. "Jika Pemko Medan mengabaikan fakta ini, maka masa depan anak-anak kita yang dipertaruhkan," katanya.
Untuk mencegah terjadinya learning loss, diperlukan kebijakan pembelajaran yang terdiferensiasi. Anak-anak harus mendapatkan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya atau teaching at the right level. Bukan lagi berdasarkan tingkatan kelasnya. Proses pemulihan ini dilakukan sampai kompetensi anak kembali, setelah itu anak baru dikembalikan ke kelas seharusnya.
"Kebijakan-kebijakan seperti ini yang seharusnya dipikirkan dan dibuat oleh Pemko Medan saat merencanakan pembukaan sekolah. Kebijakan terdiferensiasi seperti ini tidak akan jalan kalau diserahkan begitu saja kepada guru. Pemko harus menindaklanjuti kebijakan pembelajaran terdiferensiasi dengan pelatihan, pendampingan, dan monitoring berkala kepada guru secara intensif," ungkapnya.