Muba, Gatra.com - Bagi Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), kelapa sawit sudah menjadi komoditi andalan setelah karet.
Wajar pernyataan semacam ini muncul lantaran sampai saat ini, luas kebun kelapa sawit di sana sudah mencapai 400 ribu hektar, 150 ribu hektar di antaranya milik rakyat.
Meski menjadi andalan, pemerintah daerah setempat tak mau membiarkan kelapa sawit ini menjadi komoditi serampangan, tapi justru dikelola menjadi komoditi berkelanjutan seperti yang diinginkan Sustainable Development Goals (SDGs).
Merasa sanggup untuk itu, Bupati Muba, Dodi Reza Alex Noerdin pun tak segan-segan mendapuk Muba bakal jadi ibukota energi berkelanjutan berbasis kelapa sawit di 2030.
Tanda-tanda untuk mencapai itu sebenarnya sudah ada. Sebab Ketua Masyarakat Biohydrocarbon Indonesia (MBI), Sahat Sinaga menyebut bahwa Muba menjadi lokasi pertama berdirinya pabrik penghasil produk Industry Vegetable Oil (IVO).
"IVO ini adalah minyak CPO+ untuk tujuan bahan bakar yang sudah bebas dari komponen perusak oleh katalist “merah-putih” produksi CaRE ITB," katanya kepada Gatra.com.
Kalau mau membikin Kilang Biohydrokarbon berkapasitas 2.500 barrel IVO perhari tadi kata Sahat, musti dibangun dulu 3 pabrik Palm Oil Mill (POM). Lalu luas lahan sumber bahan baku yang dibutuhkan sekitar 25 ribu hektar.
"Jadi, jelang tiga pabrik itu ada, minyak sawit IVO yang dihasilkan di Muba, dikirim dulu ke kilang Pertamina di Plaju, Palembang," ujarnya.
Bagi Dodi, 10 tahun tenggat menyiapkan instrumen yang dibutuhkan untuk menjadi ibukota energi terbarukan itu, bukan waktu yang lama.
Itulah makanya kemudian Dinas Perkebunan setempat digeber untuk mempersiapkan itu. Paham akan keinginan bos besarnya, Kadis Perkebunan Muba, Akhmad Toyibir, pun langsung bergerak cepat.
Apalagi setelah dua pekan lalu Muba Sustainable Palm Oil Initiative (MSPOI) dilaunching, misi kelapa sawit berkelanjutan tak boleh main-main.
"Kami sudah inventarisir semua kebun swadaya yang ada. Mana yang sudah layak untuk ikut program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), kita ikutkan. Mana syaratnya yang belum lengkap, kita bantu lengkapi," urai lelaki 37 tahun ini kepada Gatra.com, Jumat (25/12).
Biar petani kelak lebih gampang melengkapi syarat sawit berkelanjutan kata bekas Camat Bayung Lencir ini, penerbitan E- Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) juga digeber. "E-STDB ini sudah kita launching bersamaan dengan Hari Perkebunan Nasional (Harbunas) tingkat kabupaten beberapa waktu lalu," ujarnya.
Abdul Aziz