Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 57 tahun ini menarik napas dalam-dalam saat menengok rerimbunan pohon kelapa sawit di Desa Suka Maju Kecamatan Bagan Sinemba Kabupaten Rokan Hilir itu.
Kebun dengan tanaman berumur 32 bulan yang kini sudah menghasilkan sekitar 200-300 hektar Tandan Buah segar (TBS) per hektar per bulan.
Tak mudah bagi Tumin dan kawan-kawan untuk mewujudkan kebun secantik sekarang. Sebab awal-awal mengurus kebun seluas 266 hektar itu untuk masuk dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Ketua KUD Subur Makmur ini pontang-panting Bagan Sinemba-Pekanbaru yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan.
Sangking rumitnya, ayah dua anak ini sempat nyaris patah arang. Soalnya waktu mengurus untuk mendapatkan bantuan Rp25 juta perhektar dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu persyarakatnya masih banyak.
"Masih serba manual juga. Lantaran manual itu pula kami harus bolak balik ke dinas provinsi di Pekanbaru. Yang membikin kami hampir putus asa, di dinas kabupaten persyaratan PSR sudah dianggap beres, ternyata di dinas provinsi belum. Balik lagilah kami ke Rohil," cerita Tumin kepada Gatra.com, tadi siang.
Lantaran kelamaan mengurusi semua persyaratan itu pula kata Tumin, 62 peserta mengundurkan diri.
"Tadinya luas lahan yang diusulkan untuk masuk program PSR seluas 328 hektar. Luasan itu berada di dua desa; Pelita dan Suka Maju," rinci Tumin.
Oleh ulah yang keluar itu kata Tumin, dia sempat juga bingung untuk mengembalikan duit yang sudah kadung cair.
"Untunglah waktu penandatanganan tiga pihak di Pekanbaru, solusi pengembalian duit itu ke BPDPKS langsung ada. Namanya orang kampung kami sangat takutlah megang duit itu lama-lama," katanya.
Belakangan kata Tumin, dia merasa senang lantaran persyaratan yang harus dipenuhi petani lain untuk menjadi peserta PSR sudah tak rumit lagi.
"Sekarang persyaratan cukup discan lalu dikirim. Alhamdulillah, teman-teman sudah lebih mudah berurusan," ujarnya.
Adapun mereka yang terlanjur mengundurkan diri kata Tumin, bengong saja menengok sawit hasil PSR sudah berbuah lebat dan besar.
"Kalau kami gampang patah arang, bisa jadi seperti mereka, menyesal pada akhirnya," Tumin menatap jauh.
Abdul Aziz