Bantul, Gatra.com - Warga dan pemulung di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menutup akses ke TPS terbesar di DIY itu karena sampah meluber ke jalan. DPRD menilai Pemda DIY tidak becus mengurusi sampah di tengah banyaknya anggaran.
Koordinator Komunitas Pemulung TPST Piyungan, Maryono, menyatakan penutupan TPST kali ini karena warga kesal dengan melubernya sampah hingga ke jalan utama. TPST Piyungan sebelumnya ditutup warga pada April lalu.
"Kondisi tempat pembuangan sudah tidak memungkinkan lagi menerima sampah namun dipaksakan. Akhirnya kami warga yang terdampak, terutama saat musim hujan," kata Maryono saat dihubungi, Jumat (18/12).
Selain mengganggu akses jalan, bocornya lindi atau air sampah hingga ke permukiman juga membuat warga kesal. Selain itu, berbagai janji Pemda DIY untuk menata TPST, mengaspal jalan, hingga memasang lampu tak kunjung terwujud.
"Penutupan akan berlangsung sampai adanya kesepakatan tertulis dari dinas-dinas terkait yang mengurusi sampah Pemda DIY. Warga sudah menyiapkan kertas dan materai untuk menagih apa dan kapan dikerjakan," kata dia yang mewakili 300-an warga terdampak di empat RT.
Anggota Komisi C DPRD DIY Amir Syarifuddin memaklumi jika kesabaran warga sekitar TPST Piyungan ada batasnya. Menurutnya, selama lima belas tahun menjadi anggota badan legislatif, ia belum melihat Pmeda DIY punya solusi atas masalah sampah.
"Saya mengawal betul persoalan persampahan. Masyarakat di sana sugih (kaya) sabarnya, hingga melihat Pemda DIY itu kaya tapi enggak becus urusi sampah," katanya.
Amir juga menyesalkan langkah Pemda DIY membeli hotel senilai Rp170 miliar dengan anggaran Dana Keistimewaan (danais) dibanding menyelesaikan masalah sampah. Menurutnya, anggaran pembelian hotel itu sebenarnya dapat mengatasi masalah sampah.
Dalam diskusi soal pengelolaan sampah di DPRD DIY, Kamis (17/12), Kepala Seksi Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DIY Jito mengakui TPST Piyungan seluas 12,5 hektar sudah kelebihan kapasitas.
Karena keterbatasan anggaran, pihaknya hanya mengandalkan upaya warga untuk memilah sampah sejak di rumah. Menurutnya, upaya kecil itu bisa berdampak besar dalam mengurangi sampah harian di tiga wilayah DIY yang mencapai 600 ton per hari.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan ESDM DIY, Arief Azazie Zain, menyatakan pihaknya menerima anggaran Rp10, 7 miliar tahun ini. Dengan alokasi dari dana tersebut, dinas telah memperbaiki saluran agar lindi tidak merembes keluar.
"Bahkan untuk menutupi kesan penuhnya area pembuangan, kami berencana menanam bambu sebagai pagar," kata Arief.
Jito dan Arief, sebagai perwakilan Pemda DIY, sepakat masalah keterbatasan anggaran dan kewenangan TPST Piyungan dapat diselesaikan melalui skema Program Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang ditargetkan terealisasi pada 2025.
Pemerhati dan pendiri bank sampah Bantul, Bambang Suwerda, menyatakan jika tidak tunas, masalah sampah ini akan menimbulkan konflik sosial dalam lima tahun mendatang. Saat ini bahkan bermunculan spanduk berisi ancaman dan doa buruk dari warga yang menolak lingkungannya dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal.
Bambang yakin aspek paling penting dalam tata kelola sampah adalah menciptakan budaya hidup bersih dan sehat. Anggaran danais yang biasanya dialokasikan di bidang budaya dapat mendukung langkah itu.