Home Politik Jokowi Tak Cukup Hanya Mengganti Dua Menteri

Jokowi Tak Cukup Hanya Mengganti Dua Menteri

Yogyakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo disebut tak cukup hanya melakukan reshuffle atas dua menteri yang terjerat kasus korupsi. Jokowi juga harus mengevaluasi seluruh kabinet dan menunjukkan kepemimpinannya meski harus mempertimbangkan sejumlah hal pelik.

Hal itu disampaikan pengajar Departemen Politik dan Pemerintah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Gadjah Mada (DPP Fisipol UGM) Mada Sukmajati, saat dihubungi, Kamis (17/12).

Menurut Mada, jika ditempuh Jokowi, penggantian anggota kabinet mestinya bukan hanya karena dua menteri, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Sosial, kini disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Sebelum reshuffle harus ada evaluasi komprehensif. Tidak sekadar untuk memulihkan tingkat kepercayaan publik atas kasus dua menteri KPK. Tapi juga meningkatkan kinerja pemerintah dalam mengatasi Covid-19 dan dampaknya. Enggak lucu kan kalo habis reshuffle ada kasus lagi,” tutur Mada.

Mada menyatakan, jika hanya demi mengejar citra perbaikan kabinet, penggantian menteri bisa menjadi bumerang. “Kalau integritas dan profil menteri baru bermasalah, ya tidak efektif juga reshuffle-nya. Kebutuhan internal demi kinerja dan kebutuhan eksternal ke publik harus berkesinambungan dilakukan oleh Jokowi,” tuturnya.

Dengan begitu, seluruh anggota kabinet harus dievaluasi. Contohnya, Kementerian Kesehatan yang kerap dikritik publik dan Jokowi sendiri dalam penanganan pandemi. Apalagi kebutuhan atas figur menteri di masa sebelum dan sesudah pandemi akan berbeda. “Optimisme baru seperti soal vaksin harus jadi bagian evaluasi,” kata dia.

Menurut Mada, dalam mengganti menteri, Jokowi memang tak sepenuhnya bisa bebas dari partai politik, terutama yang mendukungnya di pilpres 2019. Namun dengan penangkapan dua menteri oleh KPK Jokowi semestinya punya daya tawar lebih tinggi ke parpol.

“Kalau parpol terus mendesak ganti kadernya, kader itu harus memenuhi prinsip kompetensi dan integritas. Itu tidak bisa dinego dan jadi standar minimal dari Jokowi ke parpol. Ini terkait leadership Jokowi, “ kata Mada.

Namun parpol juga akan berhitung penempatan kadernya sebagai menteri tak lepas dari hitungan pemilu dan pilpres 2024. “Menteri menjadi jabatan strategis dan sarana kampanye gratis selama empat tahun, terutama untuk mereka yang merasa layak mencalonkan diri sebagai presiden, seperti Prabowo," katanya.

Apalagi keuangan parpol tidak mengandalkan dukungan publik dan bergantung pada elite partai. Jabatan menteri pun dapat dimanfaatkan untuk memperluas jejaring dukungan. “Amunisi, sumber daya, dana, harus disiapkan sejak sekarang. Tekanan ke Jokowi akan tetap besar,” katanya.

Dengan kondisi itu, Jokowi menghadapi situasi sulit untuk mengganti menteri. Namun kasus dugaan korupsi pada benur dan bansos menunjukkan adanya ruang otonom oleh menteri dan parpolnya yang tak terjangkau Jokowi. Untuk itu, Jokowi harus mengembalikan legitimasi kepemimpinannya dan control atas menteri-menterinya.

Mada melihat, Jokowi dapat memanfaatkan partisipasi publik sebelum mengganti menteri. “Secara terbuka, Jokowi bisa kirim sinyal-sinyal dulu ke publik untuk dilihat responsnya atau menggunakan survei lembaga kredibel,” katanya.

Hingga kini, Mada melihat Jokowi tengah menimbang-nimbang langkah reshuffle. Ia memperkirakan penggantian menteri tak akan berlangsung bulan ini,melainkan pada 2021. “Ini semacam simbol untuk harapan dan optimisme baru,” kata dia.

233