Jakarta, Gatra.com - Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah berjalan selama enam tahun dan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Namun penyelenggaraan JKN hingga saat ini masih menyisakan pekerjaan rumah bagi pemerintah. Sistem yang belum mapan ditambah dengan sengkarut persoalan memerlukan terobosan bersifat jangka panjang.
Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia (InaHEA) Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan terdapat sejumlah permasalahan dalam sistem JKN yang harus dibenahi. Salah satunya dengan pengoptimalan ekosistem big data dalam memonitoring aktivitas kesehatan peserta BPJS Kesehatan. “Selain itu, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan harus menjadi fokus utama dan ini dapat direalisasikan dengan meningkatkan jumlah kepersertaan BPJS kesehatan,” ujar Hasbullah pada ajang penghargaan Novartis Press Award (NPA) 2020 pada Rabu (16/12).
Dalam pemaparannya, Hasbullah mengatakan jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya dari Dewan Pengawas BPJS serta harus menjadi prioritas utama untuk memastikan jaminan kesehatan yang merata bagi keseluruhan peserta.
“JKN telah terbukti meningkatkan akses pada jutaan penduduk Indonesia dan pemerintah berkomitmen memperbaikinya lebih lanjut. Banyak masalah pemahaman filosofi, prinsip, dan pelaksanaan di lapangan yang belum sinkron,” ucap Prof. Hasbullah Thabrany yang juga Ketua Kegiatan Finansial Kesehatan Indonesia pada organisasi konsultasi Thinkwell itu.
Ia menambahkan insan pers berperan besar dalam mewujudkan pemahaman bagi semua kalangan agar tercipta langkah sinergis menuju tercapainya bangsa Indonesia yang sehat, produktif dan mampu bersaing dengan bangsa lain. “Inilah hakikat Hak Layanan Kesehatan yang dijamin UUD45,” ujarnya.
Untuk diketahui Novartis Press Award merupakan ajang penghargaan yang digagas Novartis Indonesia kepada para jurnalis untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai isu teraktual di sektor kesehatan termasuk sistem pelayanan kesehatan dan pelaksanaan program JKN di Indonesia melalui pemberitaan yang berimbang, mendalam dan komprehensif.
Country Head of Public Affairs, Communications & Patient Advocacy Novartis Indonesia, Hanum Yahya mengatakan Novartis memiliki inisiatif "re-imagine medicine" sebagai bentuk komitmen Novartis untuk meningkatkan sistem kesehatan di Indonesia melalui pemberitaan yang berimbang, mendalam dan komprehensif. “Dalam hal ini, media memegang peran yang sangat penting dalam mengkomunikasikan kebijakan dan program pemerintah guna meningkatkan sistem kesehatan,” ucap Hanum.
Hanum menambahkan pihaknya sangat antusias melihat respon para jurnalis pada ajang Novartis Press Award kali ini. Ia mengatakan pada penyelenggaraan di tahun 2020 ini berhasil terkumpul 91 artikel yang telah dipublikasikan dari pemberitaan media cetak, daring dan video di seluruh Indonesia.
“Hal ini menunjukkan bahwa edukasi kepada masyarakat tentang sistem kesehatan dan pelaksanaan JKN di Indonesia dianggap sangat penting bagi rekan-rekan media dan bagaimana pemberitaan tersebut dapat menjadi salah satu acuan bagi peningkatan sistem kesehatan,” katanya.
Di kesempatan yang sama, Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Penjangkauan The SMERU Research Institute, Athia Yumna menyatakan apresiasinya atas diselenggarakannya kompetisi NPA 2020 serta mendukung lomba jurnalistik serupa dapat diadakan berkala oleh institusi lainnya.
“Kompetisi jurnalistik seperti NPA ini sangat baik untuk diadakan secara berkala sebagai langkah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi berkualitas mengenai isu-isu dalam penyelenggaraan program JKN seperti upaya pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan dan strategi pemanfaatan Big Data,” ujar Athia.
Novartis Press Award 2020 berlangsung dari tanggal 23 Juli sampai dengan 13 November 2020 dengan jumlah pemberitaan yang masuk dan dijurikan sebanyak 91 artikel yang telah dipublikasi. Dewan juri dari kompetisi terdiri dari: ahli kesehatan masyarakat dan ekonomi kesehatan, Prof. Dr. Hasbullah Thabrany, MPH, drPH; wartawan senior, Evi Mariani; dan praktisi industri farmasi, dr. Rosalina Saleh.