Gatra.com, Banyumas – Petani di sejumlah daerah di Kabupaten Banyumas, mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi. Keluhan tidak hanya disampaikan petani yang tidak mendapatkan kartu tani, tapi juga oleh petani yang sudah memiliki kartu tani.
Trisno (52), petani di Desa Margasana, Kecamatan Jatilawang, mengatakan, dalam program kartu tani ini, petani yang memiliki kartu hanya mendapat jatah membeli pupuk subsidi sebanyak 10 kilogram per 0,1 hektare. Pupuk subsidi ini dijual di kios-kios tertentu, dengan harga Rp90.000-Rp 100 ribu per kantong isi 50 kilogram.
''Saat ini kami sudah selesai musim tanam, dan mulai melakukan pemupukan pertama. Namun saat kami membutuhkan pupuk, untuk mendapatkan pupuk subsidi sulitnya minta ampun,'' kata Trisno, kepada wartawan, Minggu (13/12).
Namun, kata dia, alokasi pupuk subsidi sebanyak 10 kilogram per 0,1 hektare sawah, tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman padi. Seharusnya, untuk sekali pemupukan dibutuhkan sedikitnya 20 kg per 0,1 hektare.
“[Itu] baru untuk sekali pemupukan. Sedangkan tanaman padi membutuhkan dua kali pemupukan. Saya tidak tahu, apakah pada pemupukan kedua masih mendapat jatah pupuk subsidi lagi atau tidak,'' ujarnya.
Keluhan serupa juga disampaikan Narto (60), petani di Desa Notog, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Narto mengakatan, dalam sistem distribusi pupuk di desanya, petani yang tidak mendapat kartu tani masih bisa membeli pupuk subsidi di kios yang ditunjuk pemerintah desa.
''Tapi ya itu, jatah pupuk subsidinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman karena hanya dijatah 10 kg per 0,1 hektare. Agar bisa mencukupi, kami terpaksa membeli pupuk nonsubsidi yang harganya 3 kali lebih mahal daripada pupuk subsidi,'' kata Narto.
Sementara itu, Ketua Gabungan Kelompok Tani Maju Makmur, Desa Notog, Rohim, mengakui banyaknya persoalan yang terjadi setelah diterapkan sistem kartu tani. Antara lain, menyangkut masalah kepemilikan kartu tani.
''Dalam hal kepemilikan kartu tani ini, ada petani yang benar-benar memiliki sawah ternyata tidak memiliki kartu tani. Sedangkan bagi yang memiliki kartu tani, ada yang catatan luas kepemilikan sawahnya jauh di atas kepemilikan sawahnya,'' ucap Rohim.
Rohim yang juga menjabat sebagai Kaur Pemerintahan Desa Notog ini, mengaku data pembuatan kartu tani memang sudah amburadul. Hal ini tidak hanya terjadi di desanya, tapi juga di desa-desa lain di wilayah Kabupaten Banyumas.
Dalam catatan yang ia miliki, luas lahan sawah di Desa Notog ada sekitar 110 hektare. Sedangkan warga yang memiliki kartu tani, tercatat hanya sebanyak 120 orang. ''Dari gambaran data ini, kondisinya terlihat sudah tidak benar. Rata-rata kepemilikan lahan sawah di desa kami itu, hanya seluas 0,2-0,3 hektare per petani. Dengan kepemilikan lahan seluas itu, petani yang memiliki kartu tani mestinya tidak hanya 120 orang,'' ujarnya.
Menyusul penerapan sistem pembelian pupuk subsidi dengan menggunakan kartu tani. Rohim mengungkapkan, banyak petani yang meminta agar dibuatkan kartu tani. ''Namun permintaan itu sudah tidak bisa dilayani, karena jatah kartu tani untuk Desa Notog dinilai sudah memenuhi kuota,'' katanya.
Menurutnya, banyak petani yang terpaksa membeli pupuk nonsubsidi untuk memenuhi kebutuhan pemupukan sawahnya. Meskipun harganya 3 kali lipat lebih mahal dari pupuk bersubsidi.
''Kalau penjualan hasil panennya mudah dan harganya sesuai, sebenarnya tidak masalah. Tapi sekarang ini, kami sangat kesulitan menjual padi hasil panen musim kemarin,'' ucap Rohim.