Sleman, Gatra.com – Penambahan kasus positif Covid-19 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan pada umumnya daerah di Indonesia akan menurun, bahkan kasusnya akan jarang ditemukan. Hal ini seiring kebijakan untuk tak lagi melakukan tes usap PCR bagi kontak erat yang tak menunjukkan gejala.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, menyebut, pihaknya telah memberitahukan kebijakan tersebut. “Kami sudah edarkan (surat) ke puskesmas,” kata Joko dalam konferensi pers mengenai perkembangan dan penanganan Covid-19 di Sleman secara virtual, Sabtu (12/12) sore.
Joko mengatakan kebijakan tersebut sesuai aturan Kementerian Kesehatan Revisi 5 pada Juni 2020 silam mengenai pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19. Dinas Kesehatan Sleman juga mendapat arahan dari Staf Khusus Menteri Kesehatan soal hal itu saat datang ke DIY belum lama ini.
“Aturan ini sudah lama, sejak Juni. Cuma kami terapkan pelan-pelan dan ini saatnya menerapkan itu. Memang banyak yang protes. Ada yang telepon ke saya sudah banyak,” katanya.
Menurut Joko, sejumlah warga mempertanyakan mengapa tetangga atau teman dalam satu kantor dari seorang penderita Covid-19 tidak di-swab. “Sebetulnya ngeri. Masalahnya ini aturan dari Kemenkes. Memang seperti itu. Orang yang tidak bergejala tidak dilakukan swab, cukup karantina mandiri,” katanya.
Joko mengatakan penerapan kebijakan tersebut membuat tes usap PCR hanya akan dijalani pasien Covid-19 dengan gejala dan tengah dirawat rumah sakit. Selain itu, tes PCR juga hanya dapat diikuti warga yang mampu membayar untuk pemeriksaan mandiri.
“Jumlah tambahan kasus hanya yang dari rumah sakit dan orang yang periksa mandiri. Orang yang periksa mandiri, mengorbankan uang (Rp)900 ribu ingin tahu statusnya seperti apa dan tahu ternyata positif (Covid-19),” katanya.
Menurut Joko, kondisi itu akan membuat kasus positif Covid-19 akan jarang ditemukan. “Pada saatnya nanti akan menurun (jumlah tambahan kasus). Nanti akan terjadi di Sleman atau pada umumnya di DIY atau di Indonesia,” katanya.
Joko mengatakan total jumlah pasien positif Covid-19 di Sleman yang masih menjalani isolasi sebanyak 954 orang. Rinciannya, 173 orang di rumah sakit, 76 orang di dua fasilitas kesehatan Pemkab Sleman, dan 705 orang menjalani isolasi mandiri.
“Dari total keseluruhan jumlah kasus positif, yang terbesar, sekitar 65 persen, adalah dari kontak erat kasus positif. Ini yang menyebabkan (kasus) nambah-nambah terus. Rata-rata satu orang positif menularkan tiga sampai lima orang kalau di Sleman,” katanya.
Menurutnya, penularan tersebut karena penderita Covid-19 bergejala ringan dan tanpa gejala menjalani isolasi mandiri secara tidak tepat. Untuk itu, pengawasan atas isolasi mandiri pasien perlu ditingkatkan.
“Pengawasannya harus melibatkan tetangga kanan, kiri, depan, belakang di bawah koordinasi satgas padukuhan dan harus seizin RT. Kami memantau secara daring. Kemungkinan besar tidak disiplin dalam isolasi mandiri. Isolasi mandiri belum diawasi ketat, makanya itu yang harus ditingkatkan,” ucapnya.
Pada Sabtu (12/12), terdapat tambahan 122 kasus positif di Sleman dari 227 kasus baru di DIY. Dari 122 kasus itu, sebanyak 83 kasus merupakan hasil pelacakan kasus sebelumnya. “Tidak kaget dengan penambahan jumlah yang banyak, karena kasus sebelumnya sudah banyak,” katanya.
Menurut Joko, pemicu banyaknya kasus Covid-19 di DIY saat ini adalah libur panjang pada akhir Oktober 2020 lalu. Selang dua minggu, kasus positif di Sleman melonjak. Sebagian besar penderita pun melakukan isolasi mandiri. Namun kajian menunjukkan satu orang yang isolasi mandiri itu menularkan Covid-19 ke 3 - 5 orang.
Joko menyatakan upaya menurunkan kasus Covid-19 adalah dengan menerapkan lockdown atau vaksinasi massal. “Cukup efektif vaksinasi. Masalahnya bertahap atau massal. Kalau bertahap sama saja, tidak akan memutus rantai penularan,” ucapnya.