Jakarta, Gatra.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Prayogha mengatakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih belum mampu menyelesaikan permasalahan laporan dana kampanye. Pasalnya, saat ini masih banyak para kandidat Pilkada yang melaporkan dana kampanyenya secara tidak benar.
"Kami juga melihat dalam hal pengaturan sanksi di UU Pilkada, ternyata itu belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan laporan dana kampanye, baik ketidakjujuran atau ketidakpatuhan kandidat," katanya dalam diskusi virtual, Minggu (6/12).
Berdasarkan data laporan dana kampanye yang diperoleh ICW dari KPU, terdapat beberapa pasangan calon (paslon) yang membuat Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) nihil atau Rp0. Padahal, hal ini tidak mungkin dilakukan lantaran Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan Pemilu berbiaya tinggi di dunia. "Angka nol itu janggal. Karena biaya kampanye yang dibutuhkan sangat besar di tengah Pemilu yang berbiaya mahal," ujarnya.
Bahkan, lanjut Egi, laporan dana kampanye nihil ini juga bisa mengindikasikan ketidakjujuran paslon. Lantaran, jika menilik pada formulir laporan dana kampanye yang diberikan KPU, ICW menilai tidak terlalu sulit.
Hampir seluruh daerah yang kita lihat juga melaporkan. Jadi kalau pelaporannya tidak sulit. Karena calon-calon lain juga bisa melakukannya, ucap Egi.
Terdapat dua kandidat yang melaporkan LPSDK kosong di tingkat provinsi berdasarkan data yang dihimpun ICW yakni, Provinsi Kalimantan Tengah Paslon Ben Ibrahim-Ujang Iskandar, dan Provinsi Bengkulu Paslon Agusrin Maryono-Imron Rosyadi.
Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota terdapat tiga paslon dengan LPSDK kosong yakni, Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Paslon Surunuddin Dangga-Rasyid, Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat, Paslon Lalu Makmur said-Badruttamam Ahda dan Paslon Baihaqi-Baiq Diyah Ratu Ganefi.