Yogyakarta, Gatra.com – Aktivitas vulkanik Gunung Merapi selama satu minggu terakhir menurun jika dibanding periode sebelumnya. Kendati demikian, pola aktivitas masih cenderung tinggi dan tetap berpotensi terjadi erupsi sewaktu-waktu.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Hanik Humaida, mengatakan intensitas Merapi memang menurun sedikit.
“Tapi masih tinggi. Kalem, tapi tinggi. Selama masih setinggi ini, masih ada potensi terjadi erupsi,” kata Hanik dalam konferensi pers ‘Aktivitas Merapi Terkini’ pada Jumat (4/12) sore.
Data pemantauan 27 November sampai 3 Desember 2020 menunjukkan Merapi mengalami 236 kali gempa vulkanik dangkal, 2.128 kali gempa fase banyak, tiga kali gempa frekuensi rendah, 289 kali gempa guguran, 330 kali gempa embusan, dan 11 kali gempa tektonik.
Intensitas kegempaan pada minggu ini lebih rendah dibanding minggu lalu, periode 20 sampai 26 November. Pada periode tersebut, tercatat 277 kali gempa vulkanik dangkal, 2.464 kali gempa fase banyak, 4 kali gempa frekuensi rendah, 340 kali gempa guguran, 541 kali gempa embusan, dan 9 kali gempa tektonik.
“Dari data yang ada, ada kecenderungan menurun sedikit. Tapi nilai yang masih tinggi untuk ukuran Gunung Merapi. Kalau kemungkinan erupsi sewaktu-waktu memang bisa. Jadi kenapa kami rekomendasikan maksimal 5 kilometer (dari puncak, jarak bahayanya),” kata Hanik.
Hanik berkata, ketika dipantau dari sisi tenggara, morfologi di puncak Merapi tak berubah. Namun jika dilihat dari sisi barat, terdapat perubahan karena runtuhan atau guguran material kawah lama. “Sampai saat ini belum teramati material baru atau kubah lava baru di puncak. Kita masih menunggu,” katanya.
Hanik mengatakan pemantauan dari satelit mengungkap terjadinya pengangkatan di tengah kawah. Menurutnya, banyak rekahan di dalam kawah dan di beberapa tebing. Kondisi ini mengindikasikan pergerakan magma ke permukaan.
“Dampaknya, di tebing kalau terus ada desakan kemungkinan akan runtuh. Karena mengindikasikan lemahnya titik (rekahan) tersebut. Untuk lokasi rekahan, memang ke arah barat, barat laut, dan di dalam kawah pun cenderung di barat dan barat laut,” ucapnya.
Menurut Hanik, potensi bahaya awan panas tetap mengarah ke Kali Gendol atau arah selatan dan tenggara sesuai arah bukaan kawah. “Diameter kawah kan 400 meter. Kalau (rekahan) muncul di tengah atau agak ke barat sedikit, jaraknya hanya 300 meter dari bibir kawahnya. Artinya sangat potensi ke arah Gendol,” ucapnya.
Kepala Seksi Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan aktivitas Merapi sebenarnya tak menurun secara tajam. “Tapi menunjukkan juga, tidak ada peningkatan yang tajam. Pola yang tinggi tapi mendatar, sesuai dengan pola erupsi efusif seperti 2006. Data pemantauan saat ini, aktivitas seperti ini biasanya berlanjut pada erupsi,” ucapnya.