Home Hukum Jaksa Agung: Pers Strategis Dukung Penegakan Hukum

Jaksa Agung: Pers Strategis Dukung Penegakan Hukum

Jakarta, Gatra.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan bahwa posisi pers sangat strategis dalam mendukung penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan. Penyampaian informasi yang akurat dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Korps Adhyaksa.

"Saya sangat berharap media juga dapat membantu Kejaksaan dalam proses penegakan hukum," kata Burhanuddin saat menyampaikan pandangannya selaku pembicara kunci dalam acara media gathering bertema “Sinergisitas Puspenkum dengan Insan Pers Dalam Penyajian Berita Untuk Meningkatkan Public Trust Kejaksaan RI” di Jakarta, Rabu (2/12).

Menurutnya, media dapat mendukung penegakan hukum dengan menyampaikan informasi atau berita yang benar dan akurat, meminimalisir pemberitaan negatif, serta dapat membantu meningkatkan public trust terciptanya citra positif bagi Kejaksaan.

Kejaksaan sangat membutuhkan kehadiran pers dalam memerangi berbagai macam berita yang tidak tepat, fitnah, dan ujaran kebencian, serta misinformasi yang menyerang dan mendeskreditkan institusi Kejaksaan, sehingga dapat memperlemah penegakan hukum dan berujung kepada menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan.

"Tentunya saya juga akan terus mendorong Kejaksaan untuk lebih baik lagi dalam hal menyajikan informasi, akurasi data, dan kecepatan yang dibutuhkan oleh para awak media, sehingga dalam pemberitaannya diharapkan tidak ada kesalahan data dan narasi yang dapat memengaruhi perspektif masyarakat terhadap Kejaksaan," ujarnya.

Burhanuddin kemudian menyampaikan bahwa beberapa bulan belakangan ini banyak berita yang cenderung bersifat negatif dan mendeskreditkan Kejaksaan. Pada dasarnya Kejaksaan tidak antiberita negatif sepanjang pemberitaan tersebut didasarkan pada data dan fakta.

"Berita negatif justru kami pandang sebagai bahan koreksi untuk memperbaiki institusi kami dan tentunya kami sangat berterima kasih atas koreksi tersebut," ujarnya.

Meski demikian, lanjut Burhanuddin, ada kalanya terkadang muncul berita negatif yang tidak didukung oleh data dan fakta, bahkan terkadang tidak dikonfirmasi ulang. Tentunya ini sangat disesalkan. Mengingat pemberitaan seperti ini, tidak hanya menurunkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga Kejaksaan, tetapi juga dapat meruntuhkan kualitas penegakan hukum yang tentunya pada akhirnya akan merugikan masyarakat.

"Hendaknya pers dalam pemberitaan dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat secara jernih dan mampu membedakan mana perbuatan oknum dan mana tindakan kelembagaan," katanya melalui sambungan video conference.

Burhanuddin mengharapkan peningkatan kerja sama yang baik, harmonis, dan profesional antara pers dengan Kejaksaan mendewasakan dan membuka cakrawala hukum masyarakat, sehingga masyarakat dapat secara objektif dalam menilai sebuah isu yang berkembang.

Menurutnya, sebuah pemberitaan tidak sekadar bersifat informatif, melainkan juga harus memiliki nilai edukasi yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemerdekaan pers dalam penyebaran informasi dan pembentukan opini haruslah berdasarkan dengan hati nurani karena masyarakat memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan informasi yang akurat, benar, dan terpercaya.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada para awak media dan para pimpinan redaksi media cetak dan elektronik yang secara bijak tidak terbawa isu-isu pemberitaan yang tidak benar," katanya.

Burhanuddin juga menyampaikan apresiasi kepada pers yang senantiasa mendukung Kejaksaan untuk menyampaikan berita-berita positif, di antaranya mengenai capaian kinerja Kejaksaan dan yang telah memviralkannya kepada masyarakat luas.

"Sebenarnya cukup banyak capaian kinerja Kejaksaan yang kiranya perlu untuk disebarluaskan kepada masyarakat luas dan dapat diangkat menjadi berita nasional," ujarnya.

Menurutnya, berbagai inovasi pelayanan publik, prestasi mengungkap perkara besar, kesederhanaan hidup jaksa, tercipatnya satuan kerja dengan predikat Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah sebagian dari informasi yang dapat ditampilkan kepada publik.

"Perlu dipahami pula, jika Kejaksaan sering bekerja dengan senyap, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak banyak hiruk pikuk yang ditampilkan," katanya.

Menurutnya, itu ditempuh demi hasil yang maksimal. "Kami memiliki capaian hasil kerja dan karya yang sangat nyata, baik dari segi penyelamatan aset, jumlah pengembalian kerugian negara, maupun perkara berskala big fish yang telah dituntaskan secara profesional," ujarnya.

Jaksa Agung menyampaikan bahwa pers merupakan salah satu pilar demokrasi dan pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari penegakan supremasi hukum. Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tetang Pers telah mengamanatkan salah satu tujuan Pers Nasional adalah untuk mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran serta diwujudkannya supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.

"Beranjak dari amanat konstitusi inilah, maka sudah seharusnya Pers dengan Kejaksaan untuk senantiasa bersinergi dan berkolaborasi demi tegaknya supremasi hukum," ucapnya.

Sinergisme Kejaksaan dengan Pers secara formil telah terbentuk dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan RI tanggal 9 Februari 2019 tentang Koordinasi Dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat, serta Peningkatan Sumber Daya Manusia.

Tujuan dari Nota Kesepahaman tersebut adalah untuk terwujudnya penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan pers yang berimbang, akurat, tidak beritikad buruk, berkeadilan, dan menghormati supremasi hukum, serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat.

"Saya berharap Nota Kesepahaman ini menjadi dasar kita untuk dapat segera ditindaklanjuti dengan berbagai macam kegiatan dan program untuk membangun dan meningkatkan sinergisitas kita bersama," katanya.

Burhanuddin juga menyampaikan soal pentingnya media untuk menyajikan konten-konten berita dan informasi yang baik dan menenangkan kepada masyarakat di saat pandemi Covid-19, agar tercipta pikiran dan ketahanan badan yang sehat.

"Perlu diingat jika separuh dari penyakit adalah berasal dari pikiran dan pikiran yang sehat berasal dari informasi yang diterima dengan baik dan bersifat menenangkan," katanya.

Ia menegaskan bahwa Kejaksaan juga akan terus mengkampanyekan pola hidup sehat dan mengajak masyarakat untuk menerapkan secara ketat Protokol Kesehatan (Prokoes). Kejaksaan mendukung tindakan represif yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum manakala imbauan-imbauan untuk mematuhi Protokol Kesehatan sengaja diabaikan oleh masyarakat.

"Kesadaran hukum masyarakat menjadi kunci utama dalam mencegah penyebaran Covid-19. Semakin tinggi kesadaran hukum, maka akan semakin rendah angka penyebaran Covid-19," katanya.

Jamintel Sunarta dan Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menjadi narsumber tentang pers dan penegakan hukum. (GATRA/Adi Wijaya)

Restorative Justice dan Platform Medsos Harus Dimintai Tanggung Jawab Hukum

Setelah jaksa agung menyampaikan pemaparan, kegiatan dilakukan diskusi yang menghadirkan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Sunarta; dan Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo. Sunarta menyampaikan, pihaknya tengah mengubah pola pikir soal penegakan hukum.

"Kejaksaan saat ini sedang melakukan perubahan mindset, kita melakukan pencegahan, dan represif itu last resource dan tindak pidananya sangat serius," ujarnya.

Selain itu, pihkanya juga terus mengupayakan restorative justice. Ia mencontohkan suatu kasus, yakni seorang ibu mencuri 1 boks susu di minimarket karena tidak punya uang. Sementara anaknya yang masih kecil sangat membutuhkan susu.

Begitupun yang terjadi di Garut, Jawa Barat. Seorang ayah mencuri gawai karena tidak punya uang untuk membeli alat komunikasi tersebut untuk menunjang anaknya belajar secara daring.

Menurutnya, kejadian tersebut menggugah semua pihak termasuk Kejaksaan untuk membantu dan menyumbang kepada mereka yang mengalami keterbatasan. "Restorative justice sudah ditetapkan di Kejaksaan," ujarnya.

Sementara itu, Agus Sudibyo, menyoriti soal perlunya platform media sosial dimintai pertanggung jawaban hukum jika ada salah satu penggunanya melakukan perbuatan melawan hukum, seperti kasus hoaks Ratna Sarumpaet dan ITE Buni Yani.

Menurutnya, beberapa negara meminta pertanggungjawaban platform media sosial seperti twitter, facebook, dan lain-lain ketika terjadi seperti kasus Ratna dan Buniyani. Konten-konten tersebut juga telah menguntungkan platform medsos. "Karena samakin naik, maka iklannya naik, ini masih kosong dalam penegakan hukum di Indonesia," ujarnya.

Selain itu, demi kesetaraan di mata hukum karena media massa bisa diadukan dan diproses di Dewan Pers jika pemberitananya dipersoalkan oleh pihak tertu. "Tidak adil jika media massa bisa dibawa ke KPI atau Dewan Pers, tapi media sosial tidak. Agar platform medos ikut bertanggung jawab atas hoaks," ujarnya.

199