Jakarta, Gatra.com - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi berbagai perizinan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pascaterbongkarnya kasus suap terhadap Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Terdapat kewenangan perizinan lain di KKP yang rawan seperti pertambakan, tata ruang pesisir, dan laut, reklamasi dan izin kapal ikan," kata Abdi di Jakarta, Selasa (1/12).
Abdi menyampaikan, dicokoknya Edhy Pabowo dan sejumlah pejabat serta pihak swasta dalam operasi tangkap tangkap (OTT) terkait izin ekspor benih lobster, membuka tabir masih adanya praktik korupsi pada sektor kelautan dan perikanan.
Menurutnya, oleh karena itu, semua pihak perlu memberikan atensi terhadap kasus korupsi ini karena menimbulkan kerugian secara sosial, ekonomi, dan lingkungan.
"Perlu ada upaya dan gerakan bersama pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan sumberdaya laut Indonesia dari upaya eksploitatif yang berlebihan," ujarnya.
Abdi mengatakan bahwa pidana korupsi yang dilakukan oleh Edhy Prabowo dkk, walaupun nilainya relatif kecil tapi memberi dampak psikologis dan warning bahwa sektor kelautan dan perikanan rawan terjadi praktik korupsi.
"Dari segi nilai memang kecil, tapi dampak psikologisnya besar dan jika tidak terungkap akan menjadi pintu masuk praktik korupsi lain di sektor kelautan dan perikanan," katanya.
Abdi mengingatkan bahwa selain izin benih lobster, sistim perizinan lain pada sektor kelautan dan perikanan perlu mendapat pengawasan semua pihak, terutama oleh KPK.
Besarnya kewenangan perizinan di KKP ini jika tidak ditata secara baik akan mengundang praktik percaloan atau broker yang berkelindan dengan kekuasaan atau oligarki. Kondisi ini mesti diantisipasi dengan menutup celah korupsi kebijakan, suap, dan percaloan yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat.
"Caranya dengan membangun sistim pencegahan korupsi di internal KKP dan pilih orang baik yang berintegritas," katanya.