Mataram, Gatra.com- Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap kontestasi Pilkada sangat sulit ditegakkan, mengingat di situ ada kepentingan. Buktinya Bawaslu Kota Mataram mencatat tidak kurang dari 23 orang aparat Pemerintah Kota Mataram, terindikasi melakukan politik praktis selama pelaksanaan kampanye Pilkada Tahun 2020.
Ketua Bawaslu Kota Mataram, Hasan Basri tidak menampik akan fenomena seperti itu dan itu yang kerap terjadi jelang Pilkada. Dalam catatan Bawaslu Kota Mataram ada dari 23 orang aparat pemkot Mataram terindikasi terlibat politik praktis 11 orang dengan status ASN, 10 orang kepala lingkungan (Kaling) dan 2 orang pegawai tidak tetap (PTT).
“Terhadap semua aparat Pemkot Mataram yang terindikasi melakukan politik praktis tersebut sudah diklarifikasi sebagai dasar pengiriman rekomendasi sesuai dengan tingkatannya,” kata Hasan Basri, Minggu (29/11).
Ia menambahkan, untuk ASN, rekomendasi pelanggaran telah disampaikan ke Komisi ASN. Dari 11 orang ASN tersebut, 6 orang masih dalam proses. "Pemberian sanksi terhadap ASN ini tergantung dari rekomendasi KASN, kewenangan kami sebatas memberikan rekomendasi. Untuk ASN, rekomendasi pelanggaran telah dilayangkan ke Komisi ASN (KASN) dan dari 11 orang ASN tersebut, 6 orang masih dalam proses,” ujarnya.
Ditambahkan, pemberian sanksi terhadap ASN ini tergantung dari rekomendasi KASN, kewenangan kami sebatas memberikan rekomendasi. Sementara terhadap 10 orang kepala lingkungan dan 2 PTT, rekomendasi diserahkan ke Wali Kota Mataram. Mereka dikenakan sanksi administrasi peraturan perundang undangan lainnya yang menyatakan mereka tidak boleh berpolitik praktis.
"Sama seperti ASN, pemberian sanksi menjadi kewenangan penuh kepala daerah, Bawaslu hanya sebatas memberikan rekomendasi," katanya.
Dikatakan, 10 kepala lingkungan juga dianggap melakukan politik praktis karena memfasilitasi kandidat saat melakukan kampanye di wilayahnya, bahkan kepala lingkungan bersangkutan menggunakan baju dengan atribut dari pasangan calon bersangkutan.
"Kalau hanya menghadiri undangan karena acara itu ada di wilayahnya sah-sah saja. Ini mereka memfasilitasi bahkan menggunakan atribut paslon," ujarnya.
Terkait pelanggaran protokol kesehatan COVID-19 selama kampanye, dikatakannya, pelanggaran rata-rata dilakukan keempat kandidat dan didominasi paslon Mohan Roliskana dan TGH Mujiburrahman yang merupakan calon petahana. Namun tingkat pelanggaran paslon selama kampanye relatif sedikit yakni hanya 10 kasus.
Hasan menyatakan, pihaknya juga menemukan satu kasus tindak pidana yang dilakukan pasangan nomor urut tiga Makmur-Ahda karena mencuri start pemasangan iklan di media massa yang harusnya dimulai tanggal 22 November 2020.