Cirebon, Gatra.com - Menjelang akhir tahun, di tengah Masa Sidang II Tahun Sidang 2020, Komisi VI DPR RI kembali mengadakan Kunjungan Kerja Spesifik ke mitra-mitra kerjanya di daerah. Pada kali ini kunjungan difokuskan ke Cirebon, Jawa Barat, guna meninjau langsung Pertamina Unit VI Balongan.
Sebagai informasi, Pertamina Unit VI Balongan sedang membangun Kilang Petrokimia salah satu yang terbesar dengan nilai proyek mencapai Rp 100 triliun. Proyek kilang petrokimia ini merupakan hasil kerja sama dengan BUMN Migas Taiwan, yaitu CPC Taiwan.
Rapat kunjungan kerja Komisi VI ke Cirebon kali ini dipusatkan di Hotel Luxton dan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung. Hadir juga dalam sesi rapat pendalaman beberapa perusahaan BUMN lain, yaitu Perum Perumnas, PT Dirgantara (PTDI), dan PT ASABRI. Turut hadir dalam Kunker ini Anggota DPR RI dari Dapil Banten III yang duduk di Komisi VI, Ananta Wahana.
Dalam sesi rapat pendalaman wakil rakyat dari DAPIL Tangerang Raya itu mengajukan tema diskusi yang menarik di hadapan para direksi perusahaan BUMN yang hadir. Kepada jajaran direksi Perumnas, Ananta mengangkat pepatah Jawa Sadumuk Bathuk, Sanyari Bhumi, yang menekankan tentang pentingnya nilai kehidupan dan perjuangan hidup. Ananta menyebut bahwa kebutuhan tempat tinggal selalu termasuk ke dalam kebutuhan pokok Sandang Pangan Papan. Tanpa terpenuhinya kebutuhan itu manusia tidak dimanusiakan.
"Soal fokus 153 proyek yang ada di Perumnas yang ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Pandemi COVID-19 telah membuat lonjakan masyarakat yang tidak lagi memiliki penghasilan. Maka Perum Perumnas yang bentuknya adalah Perum harus memperbanyak fungsi pelayanan publiknya, dan memikirkan bagaimana masyarakat yang jatuh dalam kondisi tanpa penghasilan itu tetap bisa punya rumah," ucap Ananta dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/11).
"Perumnas harus mulai memikirkan soal mitigasi kredit macet perumahan. Agar jangan menjadi bom waktu, Perumnas harus mulai memitigasi risiko kredit macet di masa pandemi ini," tegas Ananta.
Persoalan yang diajukan wakil rakyat Dapil Banten III itu ditanggapi langsung oleh Direktur Operasional & Produksi Perumnas, Wahyu Abbas Sudrajat. Menanggapi Ananta, Wahyu menjelaskan bahwa sampai saat ini proyek-proyek PERUMNAS selalu bekerja sama dengan pemerintah baik pusat maupun daerah guna menekankan subsidi bagi masyarakat yang kurang mampu.
"Proyek-proyek seperti Rumah Tapak dan Rumah Susun memang dikedepankan oleh Perumnas. Soal mitigasi kredit macet perumahan di masa pandemi, kredit-kredit itu jika mengalami kesulitan akan dibeli oleh pemerintah, dan dengan itu menghindari efek domino kredit macet," papar Wahyu.
Dalam sesi yang sama, hadir juga PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan PT ASABRI. Terhadap dua perusahaan BUMN itu, silih berganti para Anggota Komisi VI mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan para direksi. Ananta kembali angkat bicara dengan mempertanyakan soal kabar bahwa PTDI saat ini sudah bisa memproduksi ratusan ventilator untuk penanganan cepat tanggap COVID-19. Ananta mengapresiasi PTDI yang secara cepat bisa melakukan adaptasi dan memproduksi ventilator yang kebutuhannya sedang melonjak drastis di masa pandemi ini.
Di hadapan direksi ASABRI, Ananta mempertanyakan soal gonjang-ganjing mis-manajemen dan tingginya beban hutang ASABRI. Ananta menyebut bahwa jika untuk kasus Jiwasraya sudah terlihat adanya secercah cahaya di ujung terowongan.
"Untuk kasus ASABRI semuanya masih gelap. Sementara nasabah ASABRI yang adalah anggota-anggota TNI-Polri tentu saja membutuhkan jaminan keamanan dan kepastian," ungkap Ananta.
Terhadap telisik Ananta itu, Direksi PTDI menyebutkan bahwa memang benar hingga November ini PTDI telah memproduksi ventilator secara massal. Namun demikian, produksi ventilator ini masih bersifat sosial dan didistribusikan ke RS-RS serta Puskesmas yang membutuhkan. Direksi PT DI menambahkan bahwa ke depannya PTDI akan segera memperoleh izin komersil untuk memproduksi ventilator, dan dengan itu bisa mulai menjual ventilator untuk kebutuhan medis komersil, antara lain ke Kementerian Pertahanan.
Soal jaminan kepastian dan keamanan investasi ASABRI yang diangkat Ananta Wahana, direksi ASABRI mencoba meyakinkan segenap Anggota Komisi VI yang hadir bahwa dengan manajemen baru dan tata kelola transparan, manajemen ASABRI kali ini optimis bisa menutup kerugian dan menjaga kinerja keuangan perusahaan tetap dalam kondisi sehat.
Terkait dengan sesi pendalaman bersama PT Pertamina, Unit VI Balongan, Anggota Komisi VI Dapil Banten III itu, secara khusus mengangkat tiga persoalan. Pertama, Ananta meminta klarifikasi soal tuntutan serta demonstrasi dari para pekerja Pertamina sendiri yang sepertinya tak kunjung selesai.
"Kedua, soal fokus pasar kilang Petrokimia Balongan ini di tengah harga dan konsumsi migas dunia yang sedang ambruk, termasuk harga nafta sebagai bahan dasar petrokimia. Terakhir, saya menekankan soal kedaulatan serta kemandirian energi nasional, lalu apakah produksi kilang ini nanti akan lebih banyak diekspor ke Taiwan sebagai investor?" tanya Ananta.
Terhadap pertanyaan pendalamaan yang diajukan politisi PDI Perjuangan ini, Direktur Human Capital Pertamina, Koeshartanto, segera menyangkal bahwa terjadi kisruh dan demo terus-menerus dari pekerja-pekerja Pertamina Unit VI Balongan. Koeshartanto menegaskan bahwa apa yang muncul di berita-berita adalah kabar bohong dan aksi provokasi dari segelintir orang yang mengatasnamakan serikat pekerja Pertamina Unit VI Balongan.
"Kalau untuk kilang-kilang petrokimia yang sedang dibangun nantinya akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan di dalam negeri terlebih dahulu. Baru jika ada surplus produksi, maka akan diupayakan untuk ekspor, bukan hanya ke Taiwan saja," ujar Koeshartanto.
Soal harga migas dan bahan baku petrokimia dunia yang sedang anjlok sebagaimana ditanyakan Ananta Wahana, direksi Pertamina membenarkan hal tersebut. Namun demikian, jajaran direksi Pertamina mencoba meyakinkan Komisi VI DPR bahwa Pertamina telah memiliki skema mitigasi risiko dan skema pemasaran berkelanjutan yang mumpuni dalam rangka mencegah kerugian besar seandainya harga minyak dan nafta kembali anjlok akibat pandemi COVID-19.