Pekanbaru,Gatra.com- Program energi terbarukan yang sedang diseriusi pemerintah, memerlukan kerjasama petani sawit. CEO PTPN V Jatmiko K Santosa mengatakan, 41% dari 14,7 juta luas areal perkebunan sawit nasional dimiliki petani. Oleh sebab itu petani sawit perlu mendapatkan perhatian dari pemangku kepentingan.
Menurutnya petani sawit Indonesia dihadapkan dengan sejumlah persoalan. Beragam persoalan tersebut dapat mempengaruhi produktivitas petani sawit, yang pada akhirnya juga berimbas pada optimalisasi program Bahan Bakar Nabati (BBN) pemerintah.
"Permasalahan yang dihadapi para petani sawit saat ini mulai dari usia sawit yang rentan serta kesulitan mendapatkan bibit sawit unggul tersertifikasi, sehingga produktivitasnya terpaut jauh baik dengan perusahaan BUMN maupun swasta," sebut Jatmiko, Senin (23/11).
Adapun, PTPN V sejak April 2019 meluncurkan program BUMN Untuk Sawit Rakyat. Melalui program itu, PTPN V sebagai perusahaan milik negara berupaya mengakselerasi peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan melibatkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), perbankan serta petani. Sebelum PSR diluncurkan, perusahaan plat merah yang berlokasi di Provinsi Riau tersebut telah membentuk Direktorat yang khusus menangani para petani plasma.
Sebut Jatmiko, pihaknya turut menyiapkan bibit unggul bersertifikat bagi para petani. Saat ini, PTPN V telah membangun tujuh sentra yang menampung 1,5 juta bibit unggul dan siap untuk dilepas ke petani non mitra.
Asal tahu saja, akses bibit unggul kelapa sawit menjadi persoalan krusial yang dihadapi para petani. Banyak petani terjerat bibit unggul palsu atau bodong, lantaran termakan harga miring yang ditawarkan pihak tak bertanggung jawab.
Jatmiko menambahkan, pihaknya juga menerapkan sistem single manajemen dengan para petani. Melalui sistem tersebut petani dapat menerapkan pendekatan good agriculture saat berkebun.
"PTPN V turut memperkuat para petani yang tergabung dalam koperasi unit desa (KUD) melalui bimbingan teknis. Langkah tersebut dilaksanakan agar para petani dapat dapat lebih kuat dari sisi organisasi," tekannya.
Lebih jauh, ia menuturkan jika PTPN V turut mendorong para petani mengantongi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau sertifikasi berkelanjutan standar internasional. Areal perkebunan dan pabrik kelapa sawit milik PTPN V sendiri saat ini telah mengantongi 75 persen sertifikasi RSPO yang berkontribusi pada insentif harga komoditas.
Adapun pemerintah saat ini terus mendorong peningkatan pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar ramah lingkungan guna mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil. Selain menerapkan program mandatori B30 yakni campuran 30 persen biodiesel dalam bahan bakar solar yang berlaku efektif per 1 Januari 2020, pemerintah juga mendorong pengembangan green fuel berbasis sawit.
Melalui pengembangan green fuel, nantinya diharapkan dapat menghasilkan Green Diesel (D100), Green Gasoline (G100) dan Bioavtur (J100) yang berbasis Crude Palm Oil (CPO).
Sebagai informasi, produk green fuel imempunyai karakterisitik yang mirip dengan bahan bakar berbasis fosil, bahkan untuk beberapa parameter kualitasnya jauh lebih baik dari bahan bakar berbasis fosil fuel.