Jakarta, Gatra.com - Kalau dipikir sepintas, kocek para pengusaha yang membikin Fatty Acid Methyl Ester (FAME) untuk bahan dasar Biodiesel itu pasti sudah tebal lantaran dapat gelontoran duit dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Badan Layanan Umum (BLU) yang dibikin pemerintah untuk mengurusi pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Tapi setelah ditelisik lebih dalam lagi, agaknya pemikiran semacam itu musti segera dibuang jauh. Soalnya, ternyata jauh lebih seksi lagi mengurai dampak positif hadirnya FAME itu ketimbang mempersoalkan aliran duit ke pengusaha tadi, yang notabene adalah pembayaran selisih biaya produksi.
Sebab ada tiga keuntungan besar yang didapat oleh Negara dan masyarakat akibat munculnya biodiesel tadi.
Pertama, kehidupan 17 juta orang yang hidup di sawit, menjadi lebih layak. Ini terjadi lantaran hadirnya biodiesel tadi, harga Tandan Buah Segar (TBS) petani kelapa sawit, tergerek naik.
Lantas yang kedua, oleh hadirnya B20 saja, negara sudah menghemat biaya impor solar sekitar Rp39 triliun. Kalau sempat B50 ada, biaya impor solar yang bisa dihemat akan lebih bengkak lagi, mencapai Rp97 triliun. CPO yang terserap untuk B50 ini mencapai 10 juta ton.
Yang terakhir, biodiesel menjadi strategi jangka pendek dan jangka panjang Negara untuk ketahanan energi terbarukan.
Sebab sampai hari ini, minyak fosil (bumi) yang dikeduk dari perut bumi Indonesia hanya sekitar 800 barrel per hari. Sementara kebutuhan Negara sudah di angka 1,5 juta barrel per hari dan ini akan terus merangkak ke angka 2 juta barrel per hari.
Hitung-hitungan sederhana inilah yang mencuat kemarin dalam acara virtual "ngobrol bareng petani dengan pelaku perkebunan kelapa sawit sebagai implementasi lawan kampanye negatif sawit" yang ditaja Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo). Acara ini sekaligus memperingati Hari Sawit Nasional (HSN) ke-109, 18 November 2020.
"Soal biodiesel disebut menguntungkan pengusaha, enggak begitulah. Pengusaha hanya sebagai tukang jahit, merubah CPO jadi FAME dengan cost $US80 dolar lalu dikasi tambahan $US85 dolar. Ini cost prduksi, bukan dinikmati oleh pengusaha FAME," kata Martias, bos besar Surya Dumai Group, yang kebetulan didapuk berbicara di acara itu.
Masyarakat kata Martias musti berterima kasih kepada Presiden Jokowi atas munculnya program biodisel ini. Sebab program ini telah menghadirkan tiga dampak besar tadi.
Tinggal lagi sekarang kata Martias, gimana caranya supaya suplay and demand benar-benar dijaga. "Sawit kita sudah produk global, 70 persen pasar dunia, kita yang menguasai. Sangat disayangkan sekali kalau kita tidak bisa mengatur suplay and demand tadi. Salah satu cara mengaturnya yang dengan program biodiesel tadi. Kita pakai itu untuk kebutuhan dalam Negeri," katanya.
Dan kalau Indonesia tidak bisa mengatur suplay and demand kata Martias, alamat asing akan terus mengobok-obok kelapa sawit.
Itu lantaran sawit Indonesia telah mengusai pasar dunia tadi, mau tak mau tantangannya menjadi besar. Diserang habis-habisan, didiskriminasi. Sebab inilah persaingan bisnis.
"Dengan hadirnya B30 atau bauran yang lebih banyak lagi, kita enggak terlalu harap lagi dengan pasar Barat menampung produk kita. kita bisa pakai untuk hidup sendiri. Ini kebanggan kita," ujarnya.
Bagi Joni Sigiro, apa yang dibilang Martias tadi, masuk akal. "Yang namanya bisnis, pasti harus ada untungnya. Itu biasa. Tapi yang perlu kita pikirkan dan harus lebih dewasa berpikir adalah tentang dampak yang tiga tadi. Di sana ada harga diri dan nama baik bangsa, bahwa kita berusaha menghadirkan ketahanan energi, itu sangat luar biasa. Ketahanan energi yang berkelanjutan pula," kata Ketua DPU Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, ini.
Abdul Aziz