Jakarta, Gatra.com - Pengamat Hukum Ekonomi Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia (PSHK), Muhammad Faiz, mendorong agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan audit khusus atau melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, terkait kasus Jiwasraya yang memengaruhi nasib dana nasabah WanaArtha Life. Terlebih, OJK sebagai otoritas keuangan, bisa saja meminta kepada BPK untuk menggelar audit khusus terkait kasus ini.
Dengan langkah ini, diharapkan dana nasabah bisa dipisahkan dengan dana lain dalam rekening efek Wanaartha yang benar-benar terkait kasus. Begitu juga dengan reputasi industri keuangan yang bisa juga diselamatkan dengan cara ini.
"Ada baiknya, ada audit ya terhadap hal itu. Ini untuk melihat mana dana nasabah, mana yang bukan. Bagaimanapun nasabah harus dilindungi. Mungkin mereka mempunyai kebutuhan mendesak yang bergantung kepada dana tadi," ujarnya di Jakarta, Jumat (20/11).
Lebih lanjut Faiz menjelaskan, meski BPK telah melakukan pemeriksaan investigasi maupun Penghitungan Kerugian Negara (PKN) terhadap kasus Jiwasraya, audit khusus untuk memastikan dana yang terlibat kasus dengan dana nasabah memang masih dimungkinkan. Seperti diatur dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
"Sebagai otoritas keuangan di Indonesia dan bentuk upaya melindungi konsumen, sebaiknya OJK bersama dengan Self-Regulatory Organization di pasar modal, juga berkomunikasi dengan Kejagung terkait hal pemisahan rekening efek ini," ujarnya.
Hanya saja, kabar yang mengemuka justru memperlihatkan koordinasi internal di OJK, khususnya antara Pengawas Pasar Modal dengan Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) tidak terjalin dengan baik. Sehingga, dalam kasus WanaArtha Life ini, Pengawas IKNB OJK, terkesan tidak tahu menahu ketika rekening Sub Rekening Efek (SRE) WanaArtha dibekukan Pengawas Pasar Modal OJK.
"Perlu ada peningkatan intensitas pengawasan, khususnya yang terkait onsite supervision dan meninjau atau evaluasi metode atau cara pengawasan yang selama ini sudah dijalankan OJK," tegas dia.
Senada dengan Faiz, Pengamat Asuransi Azuarini Diah juga menengaskan pentingnya peningkatan intensitas pengawasan industri keuangan oleh OJK. Sebab, seperti pada sebuah perusahaan, negara merupakan salah satu mega perusahaan, yang menghasilkan banyak transaksi, sehingga membutuhkan sebuah auditor khusus.
"Semua transaksi tersebut tentu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Di sinilah BPK berperan untuk memeriksa kegiatan tersebut," ujarnya.
Sementara itu, terkait dengan pemisahan dana WanaArtha, Azuarini bilang, penting bagi dana nasabah WanaArtha ini untuk segera dipisahkan. Dengan demikian, tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan akibat dana investasinya tersandera.
"Belum lagi kepercayaan masyarakat yang menurun terhadap produk produk asuransi sejenis. Seharusnya tak semua orang harus jadi korban dan dilibatkan dengan kasus yang terjadi, hanya karena membeli saham yang kebetulan sama dengan yang dimiliki Jiwasraya," kata dia.
Seperti diketahui, 13 SRE dan 42 IFUA (Investor Fund Unit Account) WanaArtha mulai diblokir Kustodian Sentra Efek (KSEI) per 21 Januari 2020, atas instruksi OJK yang diminta oleh Kejagung. Jika dihitung, nilai efek yang diblokir KSEI waktu itu sekitar Rp3 triliun, yang terdiri dari nilai aset investasi WanaArtha di saham sebesar Rp1,44 triliun dan di reksadana sebesar Rp1,54 triliun. Sumber lain menyebutkan, dana di rekening WanaArtha yang dibekukan mencapai Rp4,1 triliun.
Karena pemblokiran ini, WanaArtha pun kesulitan membayar manfaat klaim pemegang polis. Kemudian mulai mengalami gagal bayar pada bulan-bulan berikutnya. Adapun pemegang polis WanaArtha tercatat sebanyak 26 ribu polis, terdiri dari produk dwiguna dan unit link.
Sebelumnya, dalam konferensi pers virtual, OJK mengaku belum bisa memberikan informasi lanjutan terkait nasib nasabah atau pemegang WanaArtha Life. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Riswinandi, beralasan, saat ini pembahasan terkait suntikan modal dan proses hukum masih berjalan.
Menurutnya, sejauh ini OJK sudah melakukan beberapa kali diskusi dengan pemegang saham dan manajemen perusahaan asuransi jiwa tersebut. Namun pemegang saham belum bisa memberikan respons terkait dengan penambahan modal perusahaan.
"WanaArtha sudah beberapa kali diskusi, pemegang saham belum bisa kasih respons gimana tambahkan modal, proses hukum masih berlaku kita masih amati [proses] sedang berjalan," tuturnya.