Jakarta, Gatra.com - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror membuat nota kesepahaman dengan 13 Kementerian/Lembaga (K/L) untuk menyisir organisasi non-profit yang mendanai jaringan teroris, Rabu (18/11). Acara yang digelar sejak pagi melalui Focus Grup Discussion (FGD) ini dihadiri oleh Kepala Densus 88, Irjen Pol Marthinus Hukom.
Tipologi pendanaan jaringan teroris memang cukup beragam, bisa melalui donasi secara langsung atau menggunakan media sosial berwujud organisasi non-profit seperti badan amal, yayasan yang berlandaskan agama, pendidikan, sosial, dan kemanusiaan. Maka, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang turut andil dalam kerja sama itu menilai, koordinasi antarlembaga penting untuk berbagi informasi sehingga mampu mencegah aksi jaringan teroris berkedok organisasi non-profit.
"Ini ada keperluan untuk memperkuat sinergi mau pun kerja sama antara Polri dengan berbagai Kementerian dan Lembaga dalam upaya mencegah atau melindungi dan juga untuk memberantas adanya pendanaan terorisme melalui non-profit organization," kata Deputi Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu (18/11).
Andhika menyebut, organisasi non-profit yang mendanai jaringan teroris sebenarnya tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara-negara lain. Fakta itu ia dapati dari penelusuran Financial Action Task Force (FATF), yang juga memberi sejumlah rekomendasi untuk mencegah Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
"Negara diminta untuk memperkuat supervisi mau pun upaya dalam rangka menegakkan hukum dalam pendanaan terorisme yang memanfaatkan non-profit organization," papar dia.
Nota kesepahaman itu memuat langkah pencegahan, satu di antaranya adalah memetakan dan memuat daftar organisasi non-profit yang mencurigakan atau berafiliasi dengan kelompok teroris. Andhika berharap dengan begitu organisasi non-profit tidak disalahgunakan dan masih bisa dipercaya oleh masyarakat.