Jepara, Gatra.com - Beberapa pekan terakhir, buah Parijoto menjadi perdebatan setelah resmi terdaftar sebagai tanaman lokal Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Hal ini utamanya diprotes warga Kabupaten Kudus yang merasa telah mengembangkan tanaman ini lebih dulu, khususnya warga di kawasan Desa Colo, Kecamatan Dawe.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (DKPP) Jepara, Diyar Susanto melalui Kasi Produksi dan Usaha Zumiyarsih menjelaskan, pengajuan Parijoto sebagai varietes lokal Jepara sebenarnya sudah dilakukan sejak April 2019. Setelah penelitian bersama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, selanjutnya Parijoto diajukan ke BPTP Nasional agar memiliki tanda daftar varietes lokal Jepara.
"Sebelum resmi ditetapkan, sebenarnya ada masa sanggah selama 30 hari. Jika ada yang menyanggah maka pengajuan ini bisa batal. Tapi selama masa itu tidak ada masyarakat atau daerah lain yang melakukan sanggahan," ujarnya, Senin (16/11).
Terkait legalitas milik Jepara ini, menurut Zumiyarsih, sebenarnya hanya masalah kecepatan respon pemerintah daerah terhadap potensi lokal yang dimiliki. Sebab di Desa Tempur (Kecamatan Keling, Jepara) buah ini juga dengan mudah ditemui. Terkait adanya protes, Dinas Pertanian Kudus juga telah berkomunikasi dengan pihaknya dan berencana melakukan banding dengan uji DNA.
"Jika nanti hasil uji DNA Parijoto Kudus dan Jepara ternyata sama, maka tanaman ini tetap milik Jepara. Karena secara regulasi, tanda daftar varietes lokal ini dilihat dari siapa yang lebih dulu mengajukan," bebernya.
Kepala Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan DKPP Jepara Dian Satriadi menambahkan, terkait protes yang bermunculan, pihaknya lebih melihat ke sisi yang lebih positif. Sebab, niat awal mendaftarkan Parijoto sebagai tanaman lokal Jepara adalah ingin menyelamatkan sumber daya genetika khas daerah Pegunungan Muria. "Selain itu juga untuk memotivasi petani agar lebih semangat melakukan budi daya," imbuhnya.