Pemalang, Gatra.com - Keluarga seorang pasien yang meninggal saat dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr M Ashari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah menuding pihak rumah sakit mengcovidkan pasien. Hal ini membuat pihak keluarga menolak untuk dilakukan tes swab.
Tudingan tersebut diungkapkan Hikmah Widianingsih (27), warga Desa Pendowo, Kecamatan Bodeh. Hikmah merupakan anak dari Waud (72), seorang pasien yang meninggal di RSUD dr M Ashari dan dinyatakan positif Covid-19. "Kami meyakini bapak tidak positif Covid-19, apalagi ini kalau ada hasilnya seperti ini, direkayasa," kata Widia, Jumat (13/11).
Widia mengungkapkan kronologi saat ayahnya pertama kali dibawa ke rumah sakit hingga dinyatakan meninggal dunia pada Selasa (11/11). Awalnya ayah Widia dibawa ke RSUD dr M Ashari pada Jumat malam (6/11) karena sakit radang paru dan asam lambung. Kemudian karena kondisinya sudah membaik, almarhum diperbolehkan pulang pada Jumat (9/11). "Pas masuk rumah sakit tanggal 6 November dirapid test hasilnya non reaktif. Pas pulang juga tidak dinyatakan apa-apa terkait Covid," kata Widia.
Pada Selasa malam (10/11), pihak keluarga kembali membawa almarhum ke RSUD dr M Ashari karena kondisinya mengalami sesak nafas lagi. Saat itu, menurut Widia, ayahnya dirawat di ruang IGD bercampur dengan pasien lainnya. "Bapak tidak diisolasi dan dicampur dengan pasien-pasien biasa lainnya yang kondisi sehat. Istilahnya sehat karena yang di sebelah bapak itu ada pasien yang cuma pingsan karena digebuki pacar, ada juga anak yang kejang," katanya.
Ketika dirawat itu, kondisi ayah Widia semakin menurun meski sudah dilakukan sejumlah penanganan oleh rumah sakit. Keesokan harinya atau Rabu (11/11) sekitar pukul 08.30 WIB, dia dinyatakan meninggal.
Pihak rumah sakit menurut Widia kemudian meminta persetujuan keluarga agar almarhum dilakukan swab post mortem. Setelah berdiskusi, pihak keluarga akhirnya menyetujui almarhum dilakukan swab.
"Pihak rumah sakit cuma ngasih pilihan dua, diswab ataupun tidak pemakaman tetap pakai protokol Covid. Kalau kami nentang kebijakan rumah sakit, nanti ujung-ujungannya kan malah bapak tidak disetujui untuk dimakamkan sesuai keinginan kami. Akhirnya kami tandatangan untuk dilakukan swab," ujarnya.
Menurut Widia, swab post mortem tersebut dilakukan sekitar pukul 09.30 WIB. Kemudian sekitar pukul 10.00 WIB hasil swab keluar dan almarhum dinyatakan positif Covid-19.
Hal ini dinilai Widia aneh karena hasil swab begitu cepat keluar. Dia semakin merasa ada kejanggalan setelah mendapat cetakan hasil pemeriksaan swab.
"Kami kan minta print hasil swabnya. Awalnya sebenarnya tidak dikasih. Setelah dikasih, di situ keterangan rumah sakit sampel swab masuk jam 7 lebih 56 menit. Padahal jam itu bapak kondisinya belum meninggal. Terus end time-nya jam 8 lebih 46 menit. Padahal jam itu belum dilakukan swab. Wong jam setengah 10 baru diswab, terus jam 10 lebih kami dikasih tahu hasilnya positif," ucapnya.
Dengan keanehan tersebut, Widia pun mempermasalahkan adanya langkah tindak lanjut dari Dinas Kesehatan untuk melakukan tes swab massal terhadap keluarganya setelah sang ayah dimakamkan.
"Padahal waktu di rumah sakit selama menunggu bapak tidak ada larangan apapun. Saya masih pegang bapak, ibu juga mijitin bapak. Kalau memang suspect, seharusnya ada larangan dong, paling tidak diisolasi atau jaga jarak," ujarnya.
Widia menegaskan keluarga tidak mau dilakukan tes swab karena meyakini almarhum tidak terpapar Covid-19 dan hanya menderita radang paru dan asam lambung.
"Kami tidak bisalah nerima kenyataan seperti ini. Wong kemarin kami sudah kayak ikhlas, dipositifkan yaudah, yang penting dimakamkan secara syariat Islam. Tapi setelah ada kabar nanti dari pihak rumah sakit, kelurahan, Dinas Kesehatan mau swab massal ya kami tidak terima," tandasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD dr M Ashari Pemalang, Sunardo Budi Santoso tegas membantah tudingan mengcovidkan pasien tersebut. "Tidak benar kalau rumah sakit mengcovidkan pasien. Kami sangat hati-hati karena kami diaudit. Tidak boleh kami mengada-ada," tandasnya, Sabtu (14/11).
Sunardo menjelaskan, pasien Waud saat datang ke rumah sakit untuk kedua kalinya pada Selasa malam (10/11) pukul 20.19 WIB langsung dilakukan asesmen ulang, foto rontgen, dan pengecekan laboratorium. Hasilnya, ada dugaan mengarah ke Covid-19 sehingga menjadi pasien suspect.
"Setelah itu langsung diprogram swab. Sehubungan ruangan penuh, semua pasien suspect ditransit di UGD, pada saat itu ada 19 pasien. Jadi bukan di ruangan pasien umum tapi itu memang transit untuk triase Covid. Saat itu pasien datang malam, sehingga swab kan baru bisa dilaksanakan keesokan harinya," ujarnya.
Sunardo melanjutkan, lantaran pasien kemudian meninggal pada keesokan harinya atau Rabu (11/11), akhirnya harus dilakukan swab post mortem atau swab setelah pasien meninggal. Langkah ini menurut dia dilakukan atas persetujuan keluarga. Pihak keluarga juga sudah diberikan edukasi terkait swab post mortem dan sesuai SOP berhak menolak asalkan bersedia membuat surat pernyataan.
"Nah kalau swab post mortem, baik di RSUD maupun RS swasta karena kaitannya dengan kebijakan protokol lebih lanjut maka pemeriksaannya segera, disegerakan. Pemeriksaan sampel-sampel yang lain ditunda. Dan itu lebih cepat dari satu jam. Hasilnya bisa lebih cepat karena didahulukan dari sampel yang lain. Soal waktu sampel diperiksa, nanti bisa dilihat di dokumen labnya," jelasnya.
Sunardo pun kembali menegaskan rumah sakit tidak mengcovidkan pasien. Penanganan yang dilakukan sudah sesuai prosedur serta mengacu pada kondisi pasien saat datang ke rumah sakit dan hasil pemeriksaan penunjang.
"Kemudian kalau hasil swabnya negatif, maka protokolnya reguler. Kalau hasilnya positif otomatis pemakaman dilakukan dengan protokol Covid. Sampel itu tidak boleh dirubah-rubah, miliknya si A ya si A. Dan itu melalui verifikasi berjenjang. Kalau memang hasilnya negatif ya dikatakan negatif. Tapi kalau positif, mau itu pejabat, mau itu masyarakat umum, sama, harus disampaikan apa adanya," tegasnya.