Jakarta, Gatra.com - Potensi pengidap penyakit-penyakit kencing manis atau yang lebih dikenal dengan Diabetes Melitus (DM) di masyarakat saat ini menjadi lebih besar. Apalagi gaya hidup serba canggih akhirnya membuat seseorang bisa melakukan beragam kegiatan tanpa bergerak sama sekali.
Atas dasar potensi makin besar tersebut, Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat, mengatakan dampak dari DM tipe 2 bisa menggerus keuangan dari BPJS Kesehatan, jika peserta tidak ditangani dengan sangat serius. Oleh karenanya, diperlukan studi khusus dan mendalam, agar pemerintah bisa mengkaji kembali regulasi.
"Penanganan diabetes di JKN mengeluarkan biaya yang tinggi dengan mayoritas pembiayaan digunakan untuk menangani komplikasi, mengingat 57% pasien Diabetes tipe 2 memiliki satu atau lbih komplikasi, lalu 74% pembiayaan diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi terkait diabetes dan biaya untuk mengobati komplikasi 2 kali lipat lebih tinggi dibandingkan non komplikasi," papar Budi dalam Webinar Media Briefing The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy Universitas Indonesia, Jumat (13/11).
Menurut Budi, jika hal tersebut tidak segera dilakukan intervensi yang sejak dini, maka penanganan diabetes di pelayanan kesehatan diestimasikan mencapai Rp199 Triliun dan pembiayaan untuk komplikasi sendiri mencapai Rp.142 triliun dari total nilai itu.
"Ada langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan komplikasi dan menekan pembiayaan komplikasi pada diabetes yaitu, mencegah terjadinya komplikasi pada orang yang sudah terdiagnosa diabetes dengan terapi optimal dan mencegah terjadinya diabetes pada orang yagn belum memiliki risiko diabetes," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani mengungkapkan, Berdasarkan data BPJS tahun 2016, Dari 18,9 juta peserta JKN yang mengakses perawatan lanjutan di rumah sakit, 812.204 (4%) teridentifikasi menderita DMT2. Sekitar 57% mengalami komplikasi, dengan penyakit kardiovaskular yang paling umum (24%). Total biaya pengobatan DMT2 dan komplikasinya mencapai US$576 juta (Rp8,6 triliun) pada tahun 2016, dengan 74% biaya digunakan untuk manajemen penderita komplikasi terkait diabetes.
"Pemantauan dan pengobatan DM2 sedari dini mutlak dilakukan disemua tingkat perawatan, mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan klinik yang ditunjuk BPJS kesehatan dapat mengoptimalkan cara yang efektif untuk mendorong diagnosis dini dan mempertahankan kontrol glikemik pada pasien DM untuk meningkatkan hasil terapi dan kontrol serta mengurangi penggunaan layanan yang lebih mahal pada layanan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL)," pungkasnya.