Jakarta, Gatra.com - Pengungkapan produksi dan pengedaran madu palsu Baduy, sangat melegakan banyak pihak. Diantaranya dipaparkan salah satu pecinta Baduy, Uday Suhada yang juga sebagai Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP). Menurutnya, ia sangat mengapresiasi langkah konkrit yang diambil Polda Banten. Sebab sindikat ini jelas telah mengeksploitasi Komunitas Adat Kanekes (Baduy).
Berdasarkan hasil investigasi yang cukup panjang, ditemukan berbagai fakta dan data yang menunjukkan adanya produksi dan peredaran madu palsu dengan membawa nama Komunitas Adat Baduy itu. Namun yang jelas, dengan adanya peredaran madu palsu sudah merusak image Baduy yang terkenal jujur, mengedepankan kesederhanaan, memuliakan kehidupan. “Karena dimanfaatkan oleh sekelompok oknum semata untuk kepentingan bisnisnya, tanpa memikirkan keselamatan jiwa konsumen,” jelasnya kepada Gatra.com, Selasa malam (10/11).
Pasalnya, madu palsu itu diproduksi di pabrik yang berlokasi di Jakarta Barat dan dibawa ke Desa Kanekes (Baduy). Sindikat ini memanfaatkan generasi muda Baduy untuk menjualnya, baik secara langsung maupun daring dengan memanfaatkan media sosial. “Perbuatan ini jelas telah mencoreng nama baik (citra) Baduy dan merupakan perbuatan penipuan terhadap konsumen yang mengancam kesehatan masyarakat di berbagai pelosok tanah air,” jelasnya.
Dalam persoalan ini Uday berharap pihak Polda Banten untuk menegakkan hukum seadil-adilnya. Segera menindak tegas para pelaku utama dari mulai pemilik dan pengelola pabrik madu palsu dan bandar pengedarnya.
Kemudian, mengimbau masyarakat Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam membeli madu yang mengatas namakan Baduy. “Kami juga mengimbau para penjual madu palsu atas nama Baduy tanpa legalitas di berbagai daerah di tanah air, untuk menghentikan aktifitas bisnisnya. Sebab hal ini sangat membahayakan kesehatan manusia,” katanya.
Sebelumnya, Polda Banten telah meringkus tiga orang madu palsu. Mereka ditangkap dari dua tempat yang berbeda yaitu di depan Alfamart di Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan CV Yatim Berkah Makmur di Jalan SMA 101 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat—yang merupakan tempat produksi madu palsu. Mereka yang sudah diciduk adalah, Asep (24), petani asal Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Kemudian Tamuri (35) karyawan CV Yatim Berkah Makmur, dan M Shopiauddin (47) pemilik CV Yatim Berkah Makmur.
Jadi madu palsu yang kerap diklaim sebagai madu asli dari Baduy ini telah dijual dengan omset hingga miliaran rupiah. Para pelaku membuat madu dari zat glukosa, fruktosa, dan molase. "Tiga jenis cairan ini dicampur seolah-olah madu asli. Padahal tidak mengandung madu sama sekali," kata Kapolda Banten Irjen Fiandar kepada wartawan di halaman Polda Banten, Selasa (10/11).
Menurut Fiandar, kasus tersebut terbongkar saat petugas mendapatkan informasi awal dari masyarakat bahwa terdapat penjualan pangan olahan jenis madu palsu di wilayah Banten. Berdasarkan informasi tersebut, tim dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten mulai melakukan penyelidikan.
Di lokasi Leuwidamar, petugas berhasil mengamankan 20 botol madu yang diduga palsu dengan kemasan botol kaca berukuran 500 ml, dan 1 jeriken madu yang diduga palsu dengan kemasan ukuran 30 liter. Sedangkan di Joglo, disita dua drum glucose 300 liter, dua drum glucose 150 liter, satu drum glucose 200 liter, 45 jeriken fructose 30 liter, molases/tetes tebu 10 liter, dan brotowali (pemahit) 40 liter. Juga ditemukan; 1 drum cairan madu siap jual berisi 300 liter, 2 drum cairan madu siap jual isi 100 liter, 1 drum cairan madu siap jual 20 liter, 16 jeriken cairan madu siap jual 30 liter, dan 40 karung berisi botol beling kosong ukuran 500 ml, 3 karung tutup botol, serta peralatan produksi.
Selain itu, polisi juga menyita uang tunai hasil penjualan sebesar Rp66 juta, 35 amplop bon penjualan, 23 lembar bukti pembelian bahan baku warna putih, 20 lembar bukti pembelian bahan baku warna merah, dan 1 unit telepon seluler. “Motif ketiga pelaku tersebut yaitu untuk mencari keuntungan dengan modus membuat pangan olahan jenis madu yang berbahan baku gula. Hasilnya diperjualbelikan kepada konsumen seolah-olah madu asli,” katanya.
Dalam sehari, ketiga tersangka mampu memproduksi 1 ton pangan olahan berupa madu—bahkan bisa lebih, tergantung pemesanan. Per liter mereka menjual madu palsu Rp22.000. Dalam sebulan dapat menghasilkan omset sebesar Rp673.200.000. Selama 11 bulan beroperasi sudah mendapat kurang lebih Rp8 miliar.
Para pelaku pun dikenai pasal berbeda. Pemilik CV Yatim Berkah Makmur dijerat Pasal 140 Jo Pasal 86 ayat (2), Pasal 142 jo pasal 91 ayat (1) UURI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman penjara 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000. Selain itu ia juga dijerat Pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) huruf f dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000. Sementara Tamuri dan Asep dijerat Pasal 198 jo pasal 108 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.