Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mendatangi Gubernur NTB, Zulkiflimansyah dan jajaran Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait aset-aset bermasalah di Gili Trawangan. Kedatangan lembaga antirasuah tersebut dipastikan dalam bulan ini.
"Betul. Tim akan melakukan monev (monitoring dan evalusi) bulan ini," kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati saat dikonfirmasi, Selasa (10/11).
Dari kegiatan monitoring evaluasi berkala yang dilakukan tim Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK di NTB, sebelumnya tercatat 7.848 bidang tanah atau sekitar 46 persen dari total 15.355 bidang tanah yang dimiliki pemda masih belum bersertifikat.
Menurut Ipi, dalam proses pendampingan tata kelola pemerintahan daerah, tak hanya NTB. KPK bahkan menemukan hampir di setiap daerah terdapat aset bermasalah, seperti aset yang belum disertifikasi, dalam penguasaan pihak ketiga, atau bahkan dalam proses hukum dengan pihak ketiga.
Selain itu ada juga aset pemekaran yang belum diserahkan, kemudian ada pula yang belum diserahterimakannya prasarana, sarana dan ultilitas (PSU) oleh pengembang kepada pemda, dan lain sebagainya. Komisi mendorong untuk dilakukan penertiban dengan melakukan legalisasi dan penguasaan oleh negara atau daerah. Upaya pemulihan aset-aset tersebut dilakukan untuk menghindari potensi kerugian negara atau daerah.
"Demikian juga terkait pemanfaatan aset, KPK menemukan beberapa kontrak dan kerja sama dalam pemanfaatan aset negara perlu ditinjau ulang terkait optimalisasi kontribusi untuk penerimaan negara," jelas Ipi.
Di kesempatan lain, Karo Hukum Setda NTB H Ruslan Abdul Gani mengatakan Surat Kuasa Khusus (SKK) terkait pengelolaan aset di Gili Trawangan, tak kunjung diberikan Pemprov NTB kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Menurutnya, upaya memperjelas aset pemprov yang dikelola PT Gili Trawangan Indah (GTI) baru sebatas pemberian somasi. Somasi dilakukan sebanyak dua kali.
Ruslan mengatakan, pemprov sebenarnya sudah membuat rancangan SKK dan tinggal diajukan saja ke Kejati NTB. Namun, mereka masih menunggu draf SKK dari kejaksaan yang nantinya dikombinasikan dengan draft milik Pemprov.
"Kita mau rumuskan seperti apa model SKK. Kalau draft dari kejaksaan sudah ada, nanti tinggal kita bahas lagi," ujarnya.
Dia menyebut lambannya pemberian SKK lebih disebabkan faktor tersebut. Sebaliknya, belum adanya SKK, membuat Kejati NTB tak bisa berbuat banyak. Sejauh ini baru ada legal opinion (LO) kepada Pemprov NTB, yang dibuat Kejati pada tahun lalu. Terkait perjanjian kerja sama dengan PT GTI yang dinilai melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria.
Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto sebelumnya mengatakan, perjanjian pemprov dan PT GTI harus ditinjau ulang. Hanya saja, mereka belum bisa memberikan keterangan lebih detail mengenai persoalan perjanjian. Karena belum menerima SKK.
"Makanya, kita tunggu dulu SKK resmi dari pemerintah seperti apa," katanya.
Selain aset yang belum bersertifikat, KPK juga memfasilitasi proses penyelesaian aset bermasalah sebagai akibat dari pemekaran wilayah dan pencatatan administratif yang tidak tertib. Beberapa aset berupa tanah dan bangunan menjadi sumber konflik beberapa tahun terakhir di antara Pemerintah Provinsi NTB dengan Pemerintah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat.
Aset yang menjadi sengketa tersebut berupa lapangan Malomba, lapangan pacuan kuda Selagalas, pasar ACC Ampenan, bangunan tempat pelelangan ikan di lingkungan Bugis Ampenan, bangunan kantor BPP Bertais, tanah kebun bibit, pusat perbelanjaan Mataram, serta fasum dan fasos perum perumnas di Kelurahan Tanjung Karang.
Sebelumnya, Pemprov NTB memberikan tenggat waktu hingga Maret kepada PT Gili Trawangan Indah (GTI) untuk menunaikan butir-butir kontrak atas pengelolaan lahan seluas 65 hektare di kawasan wisata Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara. Jika tidak, dilaksanakan izinnya akan dicabut.
"Kita berikan peringatan sampai Maret 2020. Kalau tidak kontrak GTI diputus. Tapi memang ini belum keputusan resmi dari Tim Terpadu," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa Politik Dalam Negeri (Bakesbangpoldagri) NTB, H Muhammad Rum.
Mantan Kepala BPBD NTB ini, menyatakan seharusnya pemutusan kontrak PT GTI sudah diputuskan pada saat rapat koordinasi (Rakor) pembahasan penyelesaian sengketa lahan PT GTI dengan Pemprov NTB yang saat itu dihadiri Gubernur Zulkieflimansyah dan Wakil Gubernur, Hj Sitti Rohmi Djalilah, Bupati Lombok Utara, Najmul Ahyar serta dari pihak unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) pada Rabu (12/2) malam. Namun, rencana pengambilan keputusan batal lantaran sejumlah pihak tidak hadir.