Home Kesehatan BMKG: Cuaca Panas di Yogya Bukan karena Merapi

BMKG: Cuaca Panas di Yogya Bukan karena Merapi

Yogyakarta, Gatra.com – Suhu udara di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung panas beberapa hari ini, bahkan diperkirakan bisa mencapai 35 derajat Celcius. Cuaca panas ini tak berhubungan dengan aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang sedang meningkat.

Kepala Stasiun Klimatologi Mlati, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta Reni Kraningtyas menyatakan faktor meteorologi paling berpengaruh terhadap naiknya suhu udara di DIY.

“Saat ini bulan November posisi matahari sudah berada di belahan bumi selatan. Sehingga Jawa menerima intensitas radiasi yang masih tinggi,” kata Reni kepada Gatra.com, Senin (9/11).

Reni memaparkan, suhu udara maksimal pada Jumat (6/11) mencapai 34 derajat Celcius. Pada hari berikutnya, suhu turun menjadi 33 derajat Celcius, sedangkan pada Minggu (8/11) 32 derajat Celcius dan Senin (9/11) ini 31 derajat Celcius.

Menurut Reni, saat ini kondisi cuaca cerah, meski beberapa hari lalu dan Senin (9/11) ini terpantau sedikit ada awan. Karena itu, sinar matahari hampir tidak ada yang menghalangi untuk masuk ke bumi. “Ini menyebabkan suhu bumi cepat tinggi dan terasa panas terik. Kondisi ini signifikan dirasakan di Kota Yogyakarta beberapa hari ini,” katanya.

Kondisi ini kebetulan bersamaan dengan naiknya status Merapi dari 'Waspada' ke 'Siaga'. Namun, kata Reni, kedua hal itu tidak berhubungan. “Tidak ada hubungannya dengan aktivitas Gunung Merapi. Selama November ini, suhu udara umumnya berfluktuasi. Maksimum antara 30 sampai dengan 35 derajat Celcius,” ucapnya.

Aktivitas vulkanik Merapi memang saat ini meningkat. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menaikkan statusnya dari level II ‘Waspada’ menjadi level III ‘Siaga’ pada Kamis (5/11).

Sejak statusnya naik, aktivitas Merapi paling menonjol berupa guguran sejauh tiga kilometer dari puncak Merapi ke arah barat atau hulu Kali Sat pada Minggu (8/11) pukul 12.50 WIB.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan guguran dengan jarak luncuran 3.000 meter tersebut fenomena yang biasa terjadi di Merapi. “Apalagi saat ada kenaikan aktivitas Gunung Merapi seperti saat ini. Guguran tersebut tidak disertai dengan awan panas,” katanya.

Menurut Hanik, potensi bahaya Merapi saat ini masih sesuai peringatan BPPTKG, yakni guguran lava, lontaran material vulkanik dari erupsi eksplosif, dan awan panas sejauh maksimal lima kilometer dari puncak Merapi.

783