Jakarta, Gatra.com - Kuasa hukum tersangka Benny Tabalujan, Haris Azhar, angkat bicara soal kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah di Cakung, Jakarta Timur, yang dituduhkan kepada kliennya serta menanggapi pemberitaan yang beredar.
Haris kepada wartawan di Jakarta, Minggu (8/11), mengatakan, kasus yang dituduhkan kepada kliennya menimbulkan banyak pertanyaan. Pasalnya, keluarga Benny Tabalujan yang memiliki SHM tanah seluas 7,7 hekatare dari daerah Cakung sejak 1975, malah mengantarkan Benny sebagai tersangka.
Menurut Haris, kliennya ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap memalsukan keterangan dalam formulir penurunan hak dari SHM ke HGB untuk keperluan imbreng ke perusahaan. Kemudian, BPN malah mengalihkan kepemilikan tanahnya kepada Abdul Halim, pihak lawannya.
"Dalam proses PTUN, tanpa menunggu hasil kasasi, BPN sudah keluarkan SK Pembatalan SHGB dan selanjutnya SHM Abdul Halim diterbitkan cuma dalam waktu 1 hari," ujarnya.
Menurut Haris, relatif kilatnya penerbitan SHM tersebut menimbulkan kecurigaan karena ada prosedur yang harus dilalui, di antaranya harus mengumumkan kepada publik terlebih dahulu sebelum sertifikat diterbitkan.
"Yang gilanya lagi, girik yang diklaim Abdul Halim itu luas 5,5 hektare, kok kemudian diterbitkan SHM atas nama Abdul Halim seluas 7,7 hektare," tandasnya.
Haris mengaku mau menjadi kuasa hukum tersangka Benny Tabalujan karena melihat adanya indikasi yang tidak beres dalam perkara ini. "Dia dikerjain secara sistematis dan teorganisir oleh pihak di belakang lawannya."
Haris berpendapat bahwa kasus yang disangkakan kepada kliennya merupakan rekayasa sehingga menariknya untuk menjadi kuasa hukum. "Jadi kan menarik," ujarnya.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) dan advokasi rakyat tersebut juga mensinyalir adanya fenomena penggunaan buzzer terkait perkara tanah ini. Kemudian, adanya framing personifikasi seseorang yang miskin kemudian tanahnya diambil.
"Membangun kesan bahwa pihak yang dibela mereka adalah korban, tertindas, dan miskin sedangkan lawannya adalah kebalikannya," katanya.