Yogyakarta, Gatra.com - Lebih dari 2.000 infodemi atau kabar dusta soal pandemi beredar di dunia maya dan tak kalah bahaya dari Covid-19 sendiri. Semua pihak--warga, komunitas, pemerintah--mesti melawannya demi tak memperparah upaya penanganan wabah.
Sejumlah kabar dusta itu turut mampir di ponsel Anggari, 35 tahun, warga Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini. Ibu dua anak ini menerima kabar dari saudaranya di luar daerah bahwa tetangganya diminta setuju ditetapkan positif Covid-19.
Si tetangga itu, kata kerabatnya lagi, bakal menerima uang seperti halnya pihak rumah sakit yang memeriksa. “Tapi waktu ditanya tetangga itu siapa, rumah sakitnya di mana, infonya itu enggak jelas. Cuma ‘katanya’, ‘katanya’,” kata dia setengah sewot.
Menariknya, kabar bohong semacam itu tak didengar cuma sekali. Pesannya senada, tapi dengan sedikit perubahan--misalnya jumlah uang yang akan diterima. Hokas itu juga diberi bumbu, seperti Covid-19 itu tak ada atau buah konspirasi. “Tapi semuanya sama enggak jelasnya. Tak bisa dibuktikan,” ujar ibu rumah tangga ini.
Alih-alih percaya, Anggari bakal meragukan info-info semacam itu sambil menjelaskan sebisa mungkin ke pemberi kabar bahwa info termasuk hoaks. “Apalagi hoaksnya soal Covid-19. kalau pada percaya bisa bahaya,” imbuhnya.
Ibu rumah tangga ini memilih tetap berhati-hati atas semua info selama pandemi di media sosial dan aplikasi percakapan. Ia bahkan secara sukarela membagikan poster protokol kesehatan (prokes) di sekitarnya.
“Prokes bagi saya tak cukup dengan pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan saja, tapi juga tak boleh menyebar hoaks soal Covid-19. Soalnya bisa ngeri kalau ada yag percaya,” tuturnya.
Infodemi lebih serius pernah dialami Pemerintah Kabupaten Bantul. Pada awal Oktober lalu, beredar surat yang menyatakan lima pekerja di sebuah tempat usaha sablon yang cukup populer di DIY positif Covid-19. Surat itu menyebut tempat usaha itu ditutup dua pekan untuk sterilisasi.
Foto surat berkop Dinas Kesehatan Pamkab Bantul dan diteken sang kepala dinas serta dibubuhi cap institusi itu pun menyebar di aplikasi percakapan. Namun Dinkes Bantul langsung menyatakan mereka tak pernah menerbitkan surat itu.
“Beredar surat palsu mengatasnamakan kami. Motif belum diketahui dan perlu kami informasikan kami tidak pernah mengeluarkan surat sejenis ini,” kata Kepala Dinkes Bantul Agus Budi Raharjo kala itu.
Kabar dusta soal pandemi ini berpengaruh terhadap penanganan Covid-19. Epidemiolog Universitas Gadjah Mada Riris Andono Ahmad menyatakan arus informasi menjadi faktor penting dalam pengendalian wabah.
“Di masa pandemi ini ada pandemi yang lain, yaitu infodemi, pandemi informasi yang menyebabkan orang overwhelmed, kebingungan, dan akhirnya merasa tidak berdaya,” tutur Riris di diskusi daring gelaran UGM, Rabu (3/11).
Pengajar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM ini menyebut kondisi itu meningkatkan perilaku warga yang berisiko terpapar Covid-19. “Orang jadi tidak percaya dengan Covid-19, penggunaan masker, bahkan vaksin,” kata dia.
Maraknya hoaks juga bakal meningkatkan ketidakpercayaan publik pada pemerintah, termasuk dalam menganangi pandemi. “Ini berpotensi menimbulkan distrust yang luar biasa besar,” ujar Riris.
Atas kondisi itu, sejumlah lembaga dan komunitas di DIY menggulikan gerakan “Jaga Jogja, Aja Lena, Aja Sembrana” untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan yang dirasa makin kendor, termasuk dengan cara memerangi infomdemi.
“Sebelum pandemi ini nyata-nyata punah, maka masyarakat Jogja akan terus mempertahankan kewaspadaan dengan menjaga sikap aja lena, aja sembrana (jangan terlena, jangan sembrono),” ujar juru bicara gerakan itu, Nurcholis Majid.
Gerakan ini diikuti 23 lembaga dan digulirkan sejak awal Agustus lalu. Kala itu, rekor kasus Covid-19 di DIY pecah saat ditemukan 64 kasus baru dalam sehari.
Saat ini rekor tertinggi kasus baru terjadi pada Kamis (5/11) yakni 168 kasus dalam sehari. Hingga Sabtu (7/11), DIY mencatat total 4.203 kasus selama pandemi. Dari jumlah ini, 3.387 orang sembuh, 102 orang meninggal dunia, dan 714 orang masih jadi kasus aktif.
Hingga akhir Oktober, menurut Nur, infodemi masih masuk lima besar hoaks tertinggi di catatan Mafindo. Konten menyesatkan itu berupa narasi di Facebook yang menyebut Presiden Joko Widodo sanggup menjadi dokter atas sebuah foto saat presiden meninjau fasilitas produksi vaksin Covid-19.
“Kami akan terus melakukan getok tular mengajak masyarakat Jogja saling menjaga, patuh pada protokol kesehatan. Intinya, PHBS (pola hidup bersih dan sehat) plus,” kata Koordinator Wilayah Masyarakat Anti-fitnah Indonesia (Mafindo) Yogyakarta ini.
Mafindo juga berkomitmen memerangi infodemi yang dinilai tidak kalah berbahaya dibanding Covid-19 sendiri. Hal ini lantaran hoaks ditengarai sebagai salah satu penyebab kedisiplinan prokes masyarakat menurun. Di beberapa tempat, hoaks Covid-19 bahkan memicu ketidakpercayaan dan intimidasi kepada tenaga kesehatan dan rumah sakit.
Mafindo menemukan 544 infodemi beredar selama lima bulan di masa pagebluk. Presidium Mafindo Anita Wahid mengakui jumlah infodemi meningkat bahkan bisa dibanding di masa pemilihan umum 2019. Kala itu, selama September 2018- Juli 2019 ‘cuma’ ditemukan 111 hoaks. “Tingkat hoaks di masa pandemi paling tinggi dari masa-masa sebelumnya,kata dia saat dihubungi Gatra.
Ia menjelaskan, saat ini infodemi yang paling banyak dipercayai terkait teori konspirasi, kesembuhan, hingga info spekulatif dari figur berpengaruh seperti sejumlah musisi kenamaan.
Menurutnya, hoaks yang tak terdeteksi justru berbahaya, seperti cara menyembuhkan Covid-19 dengan tumbuhan tertentu. “Orang berlomba-lomba menangani sendiri dan ini jauh lebih mengkhawatirkan karena memperparah komorbid dan imunitas orang,” ujarnya.
Tak kalah bahaya adalah hoaks berupa teori konspirasi. Setelah isu virus SARS-CoV2 buatan Cina mereda, berkembang konspirasi isu agama, seperti Covid-19 membuat suatu umat bodoh karena tempat pendidikan ditutup.
“Ada info Covid-19 tdk seberapa parah itu luar bisa bahaya karena dampaknya pada perubahan perilaku, masyarakat jadi lengah, sembarangan, tidak jaga jarak. Efeknya ke peningkatan jumlah kasus Covid-19,” ujarnya.
Anita juga berharap pemuka masyarakat dan pemuka agama memiliki kemampuan melihat info yang mencurigakan dan tidak mudah menerima info yang gampang disetujui secara emosional. “Pemuka masyarakat dan pemuka agama jadi andalan untuk membantu masyarakat agar tidak percaya informasi yang aneh-aneh,” tuturnya.
Tak kalah penting, Mafindo memasifkan siskamling digital untuk mencari tahu informasi yang beredar di masyarakat, termasuk infodemi. Selain 13 orang di kantor pusat Jakarta, sekitar 500 relawan di 17 wilayah menyisir dunia maya untuk menemukan lantas menangkis hoaks Covid-19.
Anita menyatakan infodemi menjadi momentum untuk meningkatkan literasi digital. “Kondisi ini berhubungan dengan kemampuan masyarakat kita memfilter informasi secara kritis dan mengajarkan critical thinking. Kami percaya masyarakat punya upaya imunisasi atas disinformasi,” tuturnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan lebih dari dua ribu konten hoaks beredar selama pandemi di Indonesia. “Sebarannya di platform digital, baik di Facebook, YouTube, Twitter, maupun TikTok,” kata Menteri Kominfo Johnny G Plate usai bertemu dengan Gubernur DIY di Yogyakarta, Jumat (16/10) lalu.
Plate menjelaskan, sejumlah upaya telah ditempuh Kominfo untuk meredam berbagai infodemi itu, yakni melakukan cek dan ricek kabar, mengkonfirmasi, hingga memberi label hoaks suatu info yang tak benar. Dari 2.000 lebih hoaks itu, Kominfo telah memblokir sekitar 1.800 konten hingga media Oktober itu.
Kementerian Kominfo juga mengupayakan langkah itu ditempuh penyedia platform, termasuk saat Menteri Plate menemui CEO Youtube Susan Wojcicki di Amerika Serikat, medio September. “Ini untuk langkah cepat pembersihan hoaks. Penyedia platform digital pun kami minta untuk men-takedown atau memblokir hoaks,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, Kementerian Kominfo juga menyiapkan gerakan nasional literasi digital untuk menjadikan warganet melek informasi di dunia maya. Apalalagi, tahun ini, sekitar 175,5 juta orang atau setara 65 persen penduduk Indonesia adalah pengguna internet.
Dengan jangkauan digital 64 persen, pengguna internet naik sekira 25 juta orang dalam setahun. Untuk mengemban tugas itu, Kementerian Kominfo menggandeng 108 lembaga. “Ini sebagai upaya jangka panjang untuk menekan konten negatif di dunia maya seperti hoaks,” kata dia.
Melalui upaya masif itu, hoaks dan infodemi di berbagai platform digital diharapkan dapat ditekan daya rusaknya, termasuk merusak upaya penanganan wabah dan kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini.