Jakarta, Gatra.com – Pemerintah mulai meningkatkan integrasi data dan informasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK). Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) tentang Pertukaran Data dan Informasi KIK bersama empat kementerian/lembaga terkait, di Hotel Westin pada 5 November 2020.
PKS ini dilakukan dengan Ditjen Kebudayaan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Kementerian Pertanian), Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) serta Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Diharapkan, integrasi data KIK menjadi terpusat.
Menurut Dirjen KI Freddy Harris, selama ini data KIK tersebar di beberapa database K/L terkait. Kondisi ini menyulitkan penyajian data valid dalam upaya untuk melindungi KIK. Seperti sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisonal dan potensi indikasi geografis. “PKS ini berupaya melindungi data KIK, menginventarisasinya untuk menjadikan satu data KIK nasional,” ujarnya.
Freddy mengatakan, PKS ini bukan perjanjian biasa. Di dalamnya mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing lembaga. “Tidak seperti MoU. Karena MoU itu ibarat tunangan. Enggak apa-apa kalau enggak jadi,. Begitu juga kalau jadi. Tapi kalau sudah PKS, you tanggung jawabnya apa dan haknya apa dan sebaliknya juga kita,” jelasnya.
Dalam penandatangan PKS tentang Pertukaran Data dan Informasi KIK tersebut, Freddy mengungkapkan bahwa pemanfaatan KIK dapat menjadi nilai tambah untuk menarik minat wisatawan khususnya turis mancanegara dengan keunikan dan kekhasan budaya yang ada di Indonesia.
Oleh sebab itu, sambungnya, KIK perlu dijaga, dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Dengan begitu, KIK tidak diambil atau dimanfaatkan oleh bangsa lain dan terhindar dari ancaman kepunahan. “Kita sering ribut setelah beberapa kekayaan intelektual kita diklaim oleh negara lain. Bolu pandan, rendang, reog, dan batik,” ungkap Freddy.
Freddy juga mendorong agar Pemerintah Daerah segera mendaftarkan kekayaan intelektual milik daerahnya. “Biar tidak terjadi keributan saling klaim hak kekayaan intelektual antar negara,” tambahnya.