Jakarta, Gatra.com - Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Direktorat Tata Usaha Negara Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung (Kejagung) akan melakukan upaya hukum atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menyatakan, pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat adalah perbuatan melawan hukum.
"Tim Jaksa Pengacara Negara selaku Kuasa Tergugat akan mempelajari terlebih dahulu atas isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata Hari Setiyono, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, di Jakarta, Rabu (4/11).
Menurut Hari, meskipun pihaknya menghormati putusan PTUN Jakarta tersebut, namun pihaknya tetap akan melakukan upaya hukum karena menilai putusan tersebut tidak tepat.
Upaya hukum tersebut, lanjut Hari, sesuai ketentuan Pasal 122 maupun 131 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009.
Hari menjelaskan, tim Jaksa Pengacara Negara ini merupakan kuasa dari Jaksa Agung. Orang nomor satu di Korps Adhyaksa ini digugat oleh Sumarsih dan Ho Kim Ngo di PTUN Jakarta melalui perkara Nomor : 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT.
Mereka menggugat pemerintah Indonesia ?dalam hal ini Jaksa Agung ST Burhanuddin atas pernyataan di DPR soal penanganan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat peristiwa Semanggi I dan II.
"Hari ini mendapatkan putusan hakim PTUN Jakara yang amarnya pada pokoknya sebagai berikut,? dalam eksepsi, menyatakan eksepsi-eksespi yang disampaikan Tergugat tidak diterima," katanya.
Sedangkan untuk pokok perkara, majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan ?gugatan para penggugat seluruhnya, menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 merupakan perbuatan melawan hukum.
Adapun pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin kala itu, yakni? Peristiwa Semanggi I dan II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti.
Menurut Burhanuddin, Komnas HAM tidak harus menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Majelis menyatakan, pernyataan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum oleh badan dan atau pejabat pemerintahan. Dalam amarnya, majelis juga mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan Pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan atau keputusan yang menyatakan sebaliknya.
Kemudian, majelis hakim PTUN Jakarta menghukum tergugat dalam hal ini Jaksa Agung Burhanuddin untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp285.000.