Yogyakarta, Gatra.com - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyatakan situasi pandemi Covid-19 menjadikan pengambilan keputusan atas status Gunung Merapi jauh lebih berat. Evakuasi terhadap warga berpotensi menimbulkan kerumunan.
Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida menjelaskan bahwa belakangan ini aktivitas vulkanik Merapi meningkat. Namun untuk menaikkan statusnya dari level II atau 'Waspada' saat ini mesti berdasarkan data.
"Kami harus memikirkan kondisi masyarakat kita. Jadi saat kami harus menaikkan aktivitas atau mengevaluasi kenaikan aktivitas, dengan kondisi sekarang (pandemi), membuat jauh lebih berat," kata Hanik dalam webinar 'Mitigasi dan Rencana Kontingensi Merapi di Masa Pandemi' gelaran BPTTKG, Rabu (4/11).
Hanik menyebut Merapi berbeda dengan gunung api aktif lain di Indonesia. Menurutnya, Merapi merupakan city of vulcano yang berada di antara permukiman padat penduduk. Ketika erupsi terjadi, warga yang tinggal di radius berbahaya harus dievakuasi.
"Pandemi ini harus menjaga jarak, tidak ada kerumunan. Sekarang ini, pada saat krisis akan ada evakuasi ini, kan akan ada kerumunan. Kami benar-benar harus tepat pada saat mengambil keputusan, kapan evakuasi harus dilakukan," ucapnya.
Menurutnya, warga dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di daerah lingkar Merapi, seperti Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang, sudah siap jika sewaktu-waktu status Merapi dinaikkan. Barak pengungsian dan jalur evakuasi pun telah siap.
"Saya kira semua pihak Insya Allah semua sudah siap. Dari BPBD lingkar Merapi sudah siap. Tentunya masyarakat juga kita ajak (bersiap). Kita tidak bisa menghadapi bencana sendiri," katanya.
Adapun Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman, Makwan, mengatakan, peningkatan aktivitas Merapi mesti disikapi secara wajar sesuai kajian BPPTG.
"Jadi kami tidak melihat (peningkatan aktivitas) Merapi sekarang seperti 2010. Tapi kami melihat skenario ancamannya berbasis pada bukaan kawah. Bukaannya ke arah selatan, Kali Gendol (Sleman)," katanya.
Makwan mengingatkan, saat erupsi 2010, awan panas meluncur sampai 17 kilometer dari puncak Merapi ke arah Kali Gendol. Namun skenario mitigasi saat ini menngantisipasi luncuran awan panas sejauh sembilan kilometer.
"Sembilan kilometer arah Kali Gendol itu ada tiga kecamatan , tujuh desa, 24 dusun. Penduduknya sekitar 16 ribu," katanya.
BPBD Sleman telah menyiapkan sekitar 35 barak pengungsian beserta jalur evakuasi saat warga harus mengungsi. Menurut Makwan, penerapan protokol kesehatan di pengungsian pun telah disiapkan secara matang.
"Setiap barak pengungsian kami batasi, yang kapasitasnya 300 orang nanti maksimal 150 orang. Setiap barak juga telah kami tambah wastafel untuk cuci tangan. Jadi protokol kesehatan tetap diterapkan," ucapnya.