Home Politik Pilkada Sehat, Momentum Fokus ke Visi Paslon Atasi Pandemi

Pilkada Sehat, Momentum Fokus ke Visi Paslon Atasi Pandemi

Yogyakarta, Gatra.com - Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di masa pandemi menjadi momentum untuk mendalami visi misi konkret pasangan calon  (paslon) kepala daerah dalam mengatasi Covid-19.

Hal itu disampaikan pengajar politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Mada Sukmajati, webinar ‘Menjami Hak Pilih dan Partisipasi Pemilih’ gelaran Fisipol UGM, Selasa (3/11).

Mada menjelaskan selama masa pandemi, Februari - November ini, terdapat 73 negara yang meunda pemilu nasional dan lokalnya. Namun 80 negara tetap menggelar pemilu di tengah pandemi, termasuk pilpres Amerika Serikat dan pilkada di Indonesia.

“Tak semua negara menunda pelaksanaan pemilu, bahkan sedikit lebih banyak yang tetap menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi,” kata Mada.

Menurutnya, angka partisipasi pemilih di pemilu saat pandemi cenderung menurun. Partisipasi pemilih di sebagian kecil negara meningkat, seperti di Togo, Burundi, Jerman, dan Selandia Baru.

“Korea Selatan meningkat sampai 66 persen. Ini tertinggi sejak 1992 saat Korsel memasuki demokratisasi. Korsel menjadi salah satu contoh negara dengan partisipasi pemilih yang meningkat saat pemilu di tengah pandemi,” tuturnya.

Mada menyatakan, tingkat partisipasi pemilih saat pandemi berkaitan dengan momentum untuk mendorong peserta pemilu untuk memiliki tawaran konkret atas penanganan pandemi dan krisis ekonomi.

Hal itu karena suara yang meminta penundaan pilkada karena pandemi mencuat. Suara itu terekam dalam analisis big data Fisipol UGM atas 52 ribu cuitan di media sosial Twitter, serta hasil survei sejumlah lembaga, menunjukkan kekhawatiran pilkada di masa pandemi.

“Masalah dan tantangan partisipasi dalam pemilu memang tidak hanya saat hari pelaksanaan pilkada, seperti minimnya pengawas TPS yang mendaftar. Selain honornya rendah, ada ketakutan hasil tes Covid-19,” tutur Mada.

Menurutnya, selain masalah baru pandemi, pilkada 2020 juga menghadapi sejumlah problem klise, seperti data pemilih, kerawanan daerah, dan netralitas aparat.

Tak kalah mengkhawatirkan, praktik politik uang diprediksi makin tinggi. “Dalam konteks sekarang, selain pandemi, kita dihadapkan pada krisis dan resesi ekonomi. Tentu ini jadi kekhawatiran karena sangat berpeluang maraknya pembelian suara,” kata dia.

Mada pun menyimpulkan, semua pihak punya peran menentukan tingkat partisipasi di pilkada. “Penyelenggara perlu terus kampanyekan bahwa telah seoptimal mungkn menegakkan protokol kesehatan, terutama di hari pelaksanaan pilkada,”katanya.

Selain itu, paslon peserta pilkada juga didorong merumuskan visi misi program yang spesifik dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. “Ini jadi momentum untuk pemilih bisa lebih fokus pada visi misi program kandidat,” kata dia.

Dengan demikian, pilkada sehat tewujud bukan hanya dari sisi kesehatan, melainkan juga sehat secara politik. “Sebab dalam konteks politik kita, termasuk di politik lokal, politik kita tidak terlalu sehat,” katanya.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik, menyatakan selama pandemi pemerintah tak mengabaikan hak-hak warga seperti hak atas kesehatan, hak ekonomi dan sosial, hingga hak berdemokrasi melalui pilkada.

“Demokrasi bukanlah aspek yang berdiri sendiri tapi membutuhkan dukungan aspek kesehatan, ekonomi, dan sosial, dan partisipasi pemilih menjadi hal yang penting,” ujarnya.

164