Temanggung, Gatra.com - Sejumlah petani yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), merasa kecewa dengan Menteri Sosial Juliari Batubara. Pasalnya, salah satu pembantu Presiden Jokowi itu, tak jadi menemui para petani dalam kunjungannya di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) "Kartini" Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Para petani tersebut hendak mengklarifikasi pernyataan dari politisi PDI Perjuangan tersebut di salah satu media online nasional yang diunggah pada Senin (2/11). Dimana ia mengusulkan harga rokok menjadi Rp100 ribu per bungkus. Selain itu, mantan anggota DPR RI dari dapil Jawa Tengah I itu menyebut rokok adalah sebagai awal anak mengenal narkoba.
Sekretaris APTI Kabupaten Temanggung, Nur Ahsan mengatakan, para petani sebelumnya telah dijanjikan oleh protokoler, karena telah minta izin dan akan ditemui Sang Menteri dengan syarat hanya perwakilan empat orang. Namun, setelah menunggu berjam-jam di lokasi yang dijanjikan, di ruang meeting BBRSPDI Kartini hingga malam, Juliari tak kunjung datang dan ternyata telah pulang dari kunjungannya ke balai di bawah Kemensos tersebut.
"Tujuan kita menemui Pak Menteri mau mengklarifikasi pernyataan beliau, tentang harga rokok sampai Rp100 ribu pada 20 Juli 2020, lalu pernyataan beliau bahwa rokok sebagai gerbang narkoba dan harga rokok per batang tidak diperbolehkan. Tadi sudah dijanjikan ternyata kita tunggu tidak datang, berarti dia itu tidak 'gentleman', setelah pernyataannya menusuk petani tembakau tapi tak mau menemui, kami kecewa,"katanya Selasa (3/11) malam.
Pernyataan dan perilaku Juliari menurut Ahsan, sangat bertolak belakang dengan dulu saat akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI Dapil I Jawa Tengah dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Jika dulu Juli pro petani, setelah jadi menteri malah seperti kacang lupa pada kulitnya, berganti menyakiti para petani tembakau yang dulu adalah pendukungnya.
"Karir politik Juli itu diawali dari Jawa Tengah, setidaknya ngaca lah, ngilo lah, berangkatnya dari Jateng kok setelah mendapatkan posisi pernyataannya menusuk petani. Padahal dulu meminta "Laskar kretek" Kendal untuk deklarasi mendukung dan bekerja sebagai relawan pemenangan di daerah pertembakauan yang notabene Jateng adalah sentra pertanian tembakau. Dulunya beliau ini pernah terlibat dalam "Laskar Kretek", sekarang malah mbelot, mbalela, ingkar janji, ora ngopeni," katanya.
Wakil Sekretaris APTI Temanggung Yamuhadi menuturkan, 'Laskar Kretek' adalah barisan simpatik yang mengajak masyarakat untuk mencintai produk-prosuk Indonesia, khususnya kretek. Laskar ini merupakan barisan terdepan yang selama ini menghadapi berbagai bentuk diskriminasi terhadap petani dan produk tembakau, antara lain diwujudkan pemerintah dalam bentuk RPP Tembakau dan lahirnya perda-perda antirokok di daerah-daerah.
Menurut Yamu, kini kejengkelan petani juga semakin membuncah karena hasil panen tembakau tahun 2020 ini anjlok, di mana rata-rata hanya laku Rp45.000 per kilogram. Padalah untuk kembali modal secara matematis minimal harus terbeli di atas Rp65.000 per kilogram.
Jumlah petani tembakau di Indonesia ada 3-5 juta orang, sedangkan dari hulu hingga hilir diperkirakan ada 27 juta orang di Indonesia hidup tertolong dari sektor ini. Negara pun mendapatkan pemasukan sebesar Rp180 triliun dari cukai, bahkan jika target cukai jadi naik maka menjadi Rp280 triliun, tapi mengapa justru pemerintah tidak memperhatikan nasib petani tembakau berikut rakyat yang menggantungkan hidup dari sektor pertembakauan.
"Dengan tidak ditemuinya petani tembakau oleh Mensos menjadi kekecawan berat bagi kami. Padahal dalam pernyataannya di media pada 20 Juli 2020, ia telah menyatakan menyadari akan mendapat protes dari petani tembakau. Tapi nyatanya mana, mau ditemui kita sudah nurut walau cuma 15 menit tapi malah 'tinggal gelanggang colong playu' alias ingkar janji," katanya.